Polri Klaim Polisi Virtual Mencegah Konten Radikal di Medsos

Inionline.id Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono mengklaim salah satu tujuan membentuk polisi virtual untuk mencegah penyebaran konten radikalisme di media sosial.

Rusdi mengatakan pihaknya berusaha memberikan informasi resmi dan terpercaya melalui polisi virtual. Menurutnya, polisi juga berusaha mengedukasi sekaligus mengingatkan masyarakat agar tak menjadi korban aksi terorisme.

“Polri telah berusaha bagaimana memberikan informasi yang resmi, yang terpercaya ini dengan yang namanya kegiatan polisi virtual,” kata Rusdi dalam Webinar, Minggu (4/4).

Rusdi mengatakan masyarakat justru banyak mengkritik keberadaan polisi virtual tersebut. Tak sedikit, kata Rusdi, mereka menganggap polisi virtual terlalu masuk ke ranah privat dan mengekang kebebasan berekspresi.

“Ada pihak yang seakan-akan tidak setuju. Menganggap bahwa polisi virtual terlalu ke ruang privat warga negara, memberangus kebebasan warga negara untuk berpendapat,” ujarnya.

Menurut Rusdi, pihaknya berusaha hadir sebagai pengayom masyarakat dengan memberikan informasi yang benar. Ia menyebut polisi virtual akan menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

“Itu tantangan bagaimana ketika polisi ingin mengedukasi, melindungi, melayani masyarakat ternyata ada pihak-pihak tertentu juga yang berusaha menghalangi dari pada aktivitas kepolisian tersebut,” katanya.

Keberadaan polisi virtual mendapat kritik dari masyarakat luas. Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai keberadaan polisi virtual telah salah arah karena ada upaya polisi masuk ke ranah pribadi.

Dengan polisi virtual ini, kata Fickar, polisi terkesan mencari-cari kesalahan orang. Padahal, semestinya, tugas polisi adalah memproses suatu pelanggaran hukum jika memang ada laporan polisi.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah membuka kanal pengaduan bagi warga yang menjadi korban atau mendapat pesan langsung (direct message/DM) dari unit pengawasan polisi virtual.

Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar menjelaskan, pengaduan bisa dilakukan melalui tautan bit.ly/dmninuninu di mana pelapor nantinya harus mengisi sejumlah pertanyaan untuk mengukur parameter penindakan yang dilakukan polisi siber.

“Harapannya, dari data pelaporan yang masuk, kami dapat menemukan pola dari aktivitas virtual police,” kata Rivan saat dihubungi, Rabu (23/3).