Aset Sitaan Tersangka Korupsi ASABRI Ditaksir Mencapai Rp10,5 T

Inionline.id – Kejaksaan Agung menyatakan penghitungan sementara nilai aset yang disita dari tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi dan keuangan PT ASABRI (Persero) mencapai Rp10,5 triliun.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Febrie Adriansyah mengatakan penelusuran dan penyitaan aset masih akan terus dilakukan untuk menutupi kerugian keuangan negara akibat korupsi di perusahaan pelat merah itu yang mencapai Rp23,7 triliun.

“Sekarang sudah Rp10,5 triliun. Untuk sementara taksirannya masih sekitar itu,” kata Febrie saat dikonfirmasi, Jumat (16/4).

Dia menjelaskan bahwa nilai tersebut sudah termasuk sejumlah tambang yang disita penyidik dari para tersangka. Selain itu, penyidik juga menyita beberapa barang mewah seperti mobil, apartemen, tanah, hingga beberapa kapal tongkang.

Febrie menjelaskan bahwa saat ini penyidik tengah mempercepat proses pemberkasan para tersangka. Namun demikian, dia belum dapat memastikan kapan berkas itu akan rampung dan dilimpahkan ke penuntut umum.

“Sekarang kan kami tengah persiapan pemberkasan ya,” jelasnya lagi.

Dalam perkara ini, terdapat sembilan tersangka yang telah dijerat Kejagung. Selain Bentjok, tersangka lain ialah Dirut PT ASABRI periode 2011 sampai Maret 2016 Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri, Dirut PT ASABRI periode Maret 2016 -Juli 2020 Letjen Purn.

Kemudian, Sonny Widjaja, Direktur Keuangan PT ASABRI periode Oktober 2008 -Juni 2014 Bachtiar Effendi, serta Direktur PT ASABRI periode 2013-2014 dan 2015-2019 Hari Setiono.

Berikutnya, Kepala Divisi Investasi PT ASABRI Juli 2012-Januari 2017 Ilham W. Siregar, Dirut PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, dan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo dan Dirut PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro.

Benny Tjokro, Lukman Purnomosidi dan Heru Hidayat didapuk sebagai pengendali saham milik perusahaan pelat merah itu. Sementara, mantan Direktur Utama PT Asabri Mayor Jenderal (Purn) Adam R. Damiri, Letnan Jenderal (Purn) Sonny Widjaja yang membuat kesepakatan dengan pihak swasta.