Cegah Polarisasi di Masyarakat, Zulkifli Mengajak Elit Tak Gunakan Politik Identitas

Politik157 views

Inionline.id – Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan merasa masyarakat Indonesia saat ini masih terpolarisasi, dampak dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Mantan Ketua MPR itu meminta para elit berjanji untuk tidak menggunakan politik identitas lagi. Karena kata dia, politik identitas itu telah membuat masyarakat Indonesia terpecah menjadi dua kubu.

“Para elit harus minta maaf kepada masyarakat, berjanji tidak lagi menggunakan politik identitas, politik agama hanya untuk kekuasaan. Ongkos sosialnya besar sekali yang harus kita tanggung,” katanya dalam pidato kebangsaannya yang disiarkan secara live, Rabu (24/3).

Menurutnya, polarisasi politik tersebut telah menimbulkan permusuhan dan kebencian. Jika perpecahan kedua ini masih terus berlanjut, dia khawatir hal itu akan membahayakan keutuhan Indonesia.

Zulkifli pun mengaku dirinya sangat sedih melihat fenomena tersebut. Padahal, kata dia, kedua penantang pada Pilpres 2019 pun masuk ke dalam satu kabinet dan bekerja bersama-sama dengan presiden terpilih.

“Saya sangat sedih melihat apa yang terjadi di Indonesia saat ini pasca Pilpres dan Pileg 2019. Cebong vs kampret, buzzer vs kadrun, itu semua bisa tereskalasi menjadi pikiran ‘us vs them’, ini sangat membahayakan keutuhan berbangsa dan bernegara kita,” ujarnya.

“Masyarakat sudah terlanjur terbelah menjadi kubu-kubu. Sedangkan Capres dan Cawapres penantang, keduanya dipilih jadi Menteri. Bergabung dengan presiden yang terpilih,” ungkap Zulkifli.

Mantan Menteri Kehutanan era Presiden SBY itu pun mengajak para elit negara ini untuk mengembalikan persatuan Indonesia. Dia berharap, ke depannya para calon pemimpin bisa lebih bijaksana dan mengedepankan nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya, yakni musyawarah mufakat. Dia tidak ingin, perpecahan itu bisa sampai mengubah identitas atau ideologi bangsa.

“Saat ini cebong kampret masih berlanjutnya, jadi mulai hari ini masyarakat harus diajak bersatu kembali. Menguatkan kembali spirit sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia,” ujarnya.

“Konsep kita sejatinya adalah perwakilan melalui musyawarah mufakat yang penuh kebijaksanaan. Bukan demokrasi bebas yang hanya berpikir kompetisi menang-kalah belaka,” ujarnya.

Pesan terakhirnya, dia menekankan kembali terkait bahaya politisasi agama. Menurutnya, sesuai dengan dasar negara yang disusun oleh para pendiri bangsa, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dia tidak ingin, pertarungan politik di Indonesia menaruhkan ideologi bangsa, yaitu Pancasila.

“Polarisasi yang terlanjur terjadi mengakibatkan kebingungan di masyarakat terkait ideologi bangsa. Agama kembali dipersoalkan, muncul gerakan kelompok atau organisasi yang menawarkan penerapan hukum Islam. Ini harus kita cegah. Negara kita ideologinya pancasila yang berdasar pada sila pertama,” ujarnya.