Tanggapi JK, Politisi PDIP dan Golkar Menyebut Buzzer Tak Penting Tak Perlu Dipersoalkan

Politik157 views

Inionline.id – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyinggung para buzzer yang dinilai terlalu berlebihan dalam menanggapi pernyataannya. Menurutnya, hal itu malah menunjukkan bahwa pemerintah antikritik. Sebab kata JK, ucapannya mengenai kritik yang dipolisikan itu telah mewakili kegelisahan masyarakat.

Selain itu, pertanyaan yang ia lontarkan pada 12 Februari lalu itu menurutnya hanya sebuah pertanyaan sederhana yang tidak perlu dijadikan polemik.

“Itu murni pertanyaan dan banyak menanggapinya secara berbeda-beda, terutama buzzer-buzzer ini kan? kesannya bertanya saja tidak boleh, apalagi mengkritik. Padahal pertanyaan saya sederhana sekali, bagaimana caranya mengkritik. Dari situ bisa dilihat, yang mempersoalkan pertanyaan itu, mereka antikritik dan bertentangan dengan Jokowi, para buzzer-buzzer itu,” kata Jusuf Kalla dalam keterangan resminya, Senin (15/2).

Menanggapi hal ini, Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Nabil Haroen mengatakan bahwa serangan dari para buzzer menurutnya tidak penting untuk dipersoalkan. Terlebih lagi jika buzzer tersebut merupakan akun-akun anonim.

“Kalau saya menghadapi buzzer ya biasa-biasa saja. Saya dikritik di medsos biasa-biasa saja. Kalau akunnya enggak jelas identitasnya, saya enggak ladeni. Capek-capekin aja ngurusin yang enggak jelas,” kata Nabil saat dihubungi merdeka.com, Senin (15/2).

Menurutnya, lebih baik pemerintah dan masyarakat fokus dalam memerangi virus Corona yang sampai saat ini masih menginfeksi warga Indonesia. Karena kata dia, meributkan buzzer hanya akan membuang-buang energi dan malah menyulut emosi berbagai pihak. Selain itu, Anggota DPR dari Komisi IX itu juga mengakui bahwa memang kritikan yang disampaikan oleh para buzzer bukanlah kritikan yang konstruktif, namun sifatnya lebih mengarah kepada penghinaan dan ujaran kebencian.

“Saran-saran yang disampaikan dengan akun anonim di media sosial itu nggak bagus. Enggak pentinglah menurut saya buzzer tuh. Yang penting sekarang kita bergandengan tangan bersama, bersatu menghadapi pandemi ini agar segera berlalu,” kata Nabil.

Lagipula, kata Nabil, sebenarnya membasmi buzzer lebih mudah dibandingkan membasmi Covid-19 yang virusnya tidak terlihat. Bagaimanapun juga kata Nabil, meskipun akunnya anonim, namun pasti ada orang yang mengelola akun-akun buzzer tersebut. Sehingga kata Nabil, masyarakat dan pemerintah hanya perlu saling membuktikan saja, siapa sosok di balik akun-akun buzzer tersebut.

“Sebenarnya buzzer-buzzer itu kan tinggal dibuktikan saja. Kita harus gentle dong. Yang namanya jejak digital pasti bisa dicek, ada IP address dan sebagainya,” kata Ketua Umum PP Pagar Nusa Nahdatul Ulama itu.

Secara terpisah, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo mengungkapkan bahwa sebenarnya hadirnya para pendengung atau buzzer merupakan sesuatu yang tidak perlu dipermasalahkan. Sebab, kata Firman, dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak diatur secara signifikan mengenai buzzer.

Sehingga kata dia, selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, maka persoalan mengenai buzzer tidak akan ada habisnya. “Untuk buzzer akun anonim, diperbolehkan enggak? Selama aturannya masih memperbolehkan, ya orang masih akan menggunakan akun-akun anonim. Maka kalau itu dianggap salah ya diperbaiki undang-undangnya,” kata Firman saat dihubungi merdeka.com, Senin (15/2).

Firman mengatakan bahwa makna buzzer yang sesungguhnya tidak selalu berkonotasi negatif. Karena kata Firman, di era digital saat ini, setiap instansi ataupun perusahaan telah memiliki buzzer dan menurutnya hal itu sah-sah saja selama para buzzer tersebut menyebarkan kebaikan, bukan kebencian.

“Buzzer sebenarnya sah-sah saja. Buzzer kan ada yang positif dan negatif, kalau positif apa salahnya?” kata Anggota Komisi IV itu.

Menurutnya, saat ini setiap individu yang memiliki akun di media sosial juga termasuk seorang buzzer bagi dirinya sendiri. Sebab, kata dia, di era keterbukaan informasi saat ini banyak orang memanfaatkan teknologi untuk mempopulerkan dirinya sendiri.

“Sekarang semua orang memanfaatkan teknologi karena semua orang mau populer. Kalau saya mau jadi presiden mungkin saya gunakan buzzer-buzzer dari sekarang supaya populer,” ujarnya.

“Maksudnya buzzer untuk menyampaikan kegiatan saya. Saya sendiri juga punya tim untuk share kegiatan saya di media sosial. Jadi tidak masalah ya. Tidak perlu dipersoalkan selama tidak memfitnah dan mencaci orang,” tutupnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman mengklaim pemerintah tidak menggunakan buzzer di media sosial untuk menghadapi kritik dari masyarakat. Namun, dia sendiri mengklaim bahwa media sosialnya diserang buzzer selama satu hari penuh dan dia memilih untuk tidak menanggapinya.

“Pemerintah tidak punya buzzer. Medsos saya juga 24 jam diserang buzzer, pakai fitur blok saja ya beres,” kata Fadjroel 11 Februari lalu.