Rincian Peraturan Pemerintah Turunan UU Cipta Kerja Pemberi Kemudahan Berusaha

Ekonomi057 views

Inionline.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan 49 aturan pelaksana UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres).

Dari regulasi tersebut terdapat pp yang memberikan kemudahan berusaha mulai dari aspek perizinan, perpajakan, dan sebagainya.

Berikut rangkuman singkat beberapa pp yang dimaksud serta kemudahan berusaha yang ditawarkan:

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha

1. Potongan PPh Pasal 26 atas bunga obligasi

Aturan ini menawarkan kemudahan perpajakan, salah satunya potongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak (WP) luar negeri selai bentuk usaha. Sebelumnya PPh bunga obligasi tersebut ditetapkan sebesar 20 persen, kemudian pemerintah memberikan diskon menjadi 10 persen.

“Tarif pemotongan pajak diturunkan menjadi sebesar 10 persen atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda,” bunyi aturan itu dikutip, Rabu (24/2).

Bunga obligasi yang mendapatkan penurunan tarif PPh Pasal 26 meliputi tiga macam. Pertama, bunga dari obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.

Kedua, diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. Ketiga, diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

“Tarif pajak PPh pasal 26 tersebut mulai berlaku setelah enam bulan terhitung sejak berlakunya peraturan pemerintah ini,” bunyi aturan itu.

2. Pengecualian dividen dari objek PPh

Aturan tersebut juga mengecualikan dividen atau penghasilan lain dari objek PPh yang berlaku untuk dividen atau penghasilan lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri. Ketentuan ini berlaku sejak diundangkannya UU Cipta Kerja.

Namun, wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri tersebut harus memenuhi ketentuan investasi pada Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh.

“Dividen yang dikecualikan dari objek PPh itu merupakan dividen merupakan dividen yang dibagikan berdasarkan rapat umum pemegang saham atau dividen interim sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 2A aturan itu.

Sementara itu, penghasilan lain merupakan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri dan penghasilan aktif dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap.

Selanjutnya, bagi wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri yang tidak memenuhi ketentuan investasi UU PPh, maka tetap menerima potongan PPh atas dividennya.

“PPh yang terutang wajib disetor sendiri oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri,” imbuh aturan itu.

PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

1. Perizinan berusaha berdasarkan risiko

Dalam aturan tersebut, pemerintah mengklasifikasikan perizinan berusaha berdasarkan risiko sehingga meringankan pengusaha.

“Perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMKM dan/atau usaha besar,” bunyi Pasal 7 aturan itu.

Sementara itu, penetapan tingkat risiko dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko yang wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan data dan atau penilaian profesional.

Kemudian, Pasal 10 mengklasifikasikan kegiatan usaha berdasarkan risikonya meliputi:

a. kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah. Perizinan berusaha untuk kegiatan usaha tersebut berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) yang merupakan identitas pelaku usaha sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha.

b. kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah rendah. Perizinan berusaha untuk kegiatan usaha tersebut berupa NIB dan sertifikat standar.

b. kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi. Perizinan berusaha untuk kegiatan usaha tersebut berupa NIB dan sertifikat standar.

d. kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi. Perizinan berusaha untuk kegiatan usaha tersebut berupa NIB dan izin.

2. Perizinan berusaha satu pintu melalui Online Single Submission (OSS)

Pasal 22 aturan tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan penerbitan perizinan berusaha dilakukan melalui satu pintu yakni OSS.

Pihak yang berwenang mengeluarkan perizinan usaha melalui OSS yakni Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selanjutnya, administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kepala badan pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).

“Dikecualikan dari ketentuan tersebut dalam hal kegiatan usaha terdapat Penanaman Modal Asing (PAM) dan atau penanaman modal yang menggunakan modal asing berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah negara lain,” bunyi aturan itu.

PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah

Aturan tersebut menyatakan penyelenggaraan perizinan berusaha dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Khusus untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kewenangannya didelegasikan kepada DPMPTSP di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam hal perizinan di daerah pemerintah memberikan kemudahan lantaran wajib menggunakan OSS. Dengan demikian, pengusaha tidak mengalami proses perizinan yang berbelit lantaran semuanya menggunakan sistem online.

“Pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha di daerah wajib menggunakan sistem OSS yang dikelola oleh pemerintah pusat terhitung sejak sistem OSS berlaku efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko,” bunyi Pasal 10 aturan itu.

Pemerintah daerah hanya dapat mengembangkan sistem pendukung pelaksanaan sistem OSS sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat. Selanjutnya, pelayanan sistem OSS pada perizinan berusaha di daerah dilakukan secara mandiri oleh pelaku usaha.

Caranya, dengan menggunakan perangkat/fasilitas sendiri atau yang disediakan oleh DPMPTSP.

“Dalam hal pelayanan sistem OSS belum dapat dilaksanakan secara mandiri, DPMPTSP melakukan pelayanan berbantuan dan/atau pelayanan bergerak yang dilakukan secara interaktif antara DPMPTSP dan pelaku usaha,” bunyi aturan itu.

PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Tak hanya bagi usaha besar, UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan berusaha bagi UMKM. Ini tercantum dalam PP Nomor Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Berikut sejumlah kemudahan berusaha yang ditawarkan:

1. Pembentukan koperasi

Aturan itu memperbolehkan pembentukan koperasi primer minimal beranggotakan sembilan orang. Padahal, aturan sebelumnya yakni UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian diatur bahwa koperasi primer dibentuk sekurang-kurangnya beranggotakan 20 orang.

Sedangkan, koperasi sekunder dibentuk minimal beranggotakan tiga koperasi.

“Pembentukan koperasi dilakukan dengan akta pendirian yang memuat anggaran dasar,” bunyi Pasal 5 aturan tersebut.

2. Ubah kriteria UMKM

Dalam regulasi itu, pemerintah juga melonggarkan kriteria modal usaha dan penjualan UMKM yang tertera pada Pasal 35 Ayat 3 dan 5.

Pertama, modal usaha mikro sampai dengan Rp1 miliar dari sebelumnya kurang dari Rp50 juta. Kedua, modal usaha kecil lebih dari Rp1 miliar sampai dengan maksimal Rp5 miliar, dari sebelumnya Rp50 juta-Rp500 juta.

Ketiga, modal usaha menengah lebih dari Rp5 miliar sampai dengan Rp10 miliar, dari sebelumnya Rp500 juta-Rp10 miliar.

3. Kemudahan perizinan

Melalui aturan itu, UMKM juga mendapatkan kemudahan perizinan berusaha. Pasal 37 Ayat 2 aturan itu menyatakan perizinan berusaha UMKM berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha.

Meliputi, perizinan kegiatan usaha risiko rendah hanya menggunakan dalam bentuk NIB. Sementara itu, perizinan usaha risiko menengah rendah dan menengah tinggi menggunakan NIB dan sertifikat standar.

Sedangkan, perizinan kegiatan usaha risiko tinggi menggunakan NIB dan izin.

“Perizinan berusaha untuk UMKM dilaksanakan melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, yang dikelola oleh lembaga yang mengelola perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik,” bunyi Pasal 38.