Bisnis Properti Babak Belur, Pengembang Meminta Kelonggaran Pajak

Inionline.id – Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata membeberkan kondisi industri properti setelah dihantam pandemi COVID-19 dan masa depannya.

Menurut Soelaeman, industri properti terancam kesulitan pulih dari pandemi mengingat ada perubahan signifikan pada gaya hidup konsumen gegara pandemi. Perubahan itu didukung dengan semakin pesatnya transformasi digital.

“Kalau lihat di mal semua kosong, hotel semua kosong, perkantoran semuanya kosong, jadi perkantoran dan mal itu tidak hanya dihantam oleh COVID-19 karena sebelumnya pun dengan berkembangnya teknologi digital itu sudah mulai mentransfer lifestyle, karena teknologi digital ini sudah menyerang sisi-sisi dari ritel ini menjadi lebih terancam itu yang kita lihat dari sisi properti,” ujar Soelaeman dalam seminar virtual dengan LPPI, Kamis (28/1/2021).

Menurutnya tak hanya mal dan perkantoran saja yang terancam tak pulih, sektor lainnya seperti ritel, pasar perumahan, hingga rumah sewa pun juga menghadapi tantangan serupa.

Menurut data yang dihimpun REI, selama pandemi okupansi mal turun hingga 85%, hotel lebih parah lagi sampai 90%, perkantoran 74,6%, dan rumah komersil anjlok antara 50-80%. Hanya segmen rumah subsidi yang masih bertahan saat masa pandemi.

Melihat data itu, menurutnya hanya ada beberapa pengembang saja yang bisa bertahan seperti reputable developer, pengembang yang punya land bank tanah matang, pengembang yang punya keragaman produk mulai dari konsep, lokasi, tipe, dan harga, pengembang yang punya recurring income, dan pengembang yang berkolaborasi/KSO.

“Ini adalah tanda-tanda bagaimana properti itu menurun, pasar perumahan menurun ritel juga menurun, sewa menurun, semua menurun,” tegasnya.

Imbasnya akan terjadi lagi PHK di sektor ini hingga sebesar 5-30%.

“Pengangguran sudah mulai kelihatan karena pekerja juga sudah mulai tidak bisa bekerja, para broker juga mulai kesulitan, industri di belakangnya juga sudah mulai kesulitan, ini adalah tanda-tanda bagaimana industri ini begitu drastis naik turunnya,” tambahnya.

Meski begitu, para pengembang katanya masih punya sedikit harapan Untuk mewujudkan harapan itu pihaknya juga butuh restrukturisasi dari segi keuangan yang dibantu oleh pemerintah.

“Kita punya harapan-harapan sebenarnya jadi ini adalah terminologi lain dari restrukturisasi. Di industri properti ini saat ini yang kita butuhkan adalah restrukturisasi di bidang keuangan,” katanya.

Adapun restrukturisasi keuangan yang ia maksud adalah seperti penangguhan cicilan pokok dan bunga dengan diperhitungkan bunga menjadi cicilan pokok, artinya perpanjangan masa pinjaman. Lalu, penghapusan bunga dalam jangka waktu tertentu.

“Pelonggaran bidang perpajakan, menghapus pajak dalam jangka waktu tertentu atau penjadwalan kriteria kesehatan perbankan di masa pandemi,” katanya.

Selain itu, pemain properti juga meminta kebijakan pelonggaran kriteria kesehatan perbankan di masa pandemi dan insentif non keuangan, seperti kemudahan perizinan, sebelum UU Cipta Kerja efektif berlaku. Harapannya insentif itu diberlakukan melalui keputusan Kepala Daerah atau Menteri.