Nasib Properti ‘Berdarah-darah’ Imbas dari Corona

Inionline.id – Nasib bisnis properti ‘berdarah-darah’ sepanjang 2020 karena dihantam Corona (COVID-19). Mulai dari keterisian mal, hingga hotel semuanya menurun.

Di Jakarta, misalnya di kawasan Central Business District (CBD) okupansi mal turun dari 83,5% pada 2019 menjadi 80,7% pada 2020. Bogor mengalami penurunan paling tinggi mencapai 20% pada kuartal IV-2020.

“Kita bisa lihat di beberapa wilayah Jakarta, di CBD misalnya 83,5% tahun lalu turun 80,7%. Penurunan ini angkanya tidak terlalu tinggi tapi dari salesnya sangat berpengaruh. Di Bogor penurunannya paling signifikan bisa sampai 20%,” ujar Senior Associate Director Colliers International Indonesia (CII), Ferry Salanto.

Khusus daerah di DKI Jakarta, penurunan okupansi ini dikarenakan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Adanya PSBB tersebut mempengaruhi minat masyarakat untuk masuk atau berbelanja di mal.

“Ini semua karena memang sektor ritel terpengaruh dengan PSBB yang dilakukan oleh Pemprov DKI. PSBB itu menurunkan minat orang atau menahan orang untuk tidak masuk mal,” jelas Ferry.

Begitu juga untuk tingkat keterisian hotel, dampak paling terasa terjadi pada April 2020 saat pemerintah melakukan kebijakan PSBB ketat.

“Secara umum kondisi hotel belum membaik Tingkat hunian turun cukup drastis terutama April 2020,” imbuhnya.

Tingkat hunian perkantoran juga menurun dan membuat harga sewanya anjlok. Klik halaman selanjutnya.

CII mencatat ada sekitar tujuh gedung baru beroperasi selama tahun 2020. Hal itu menambah total pasok kumulatif mencapai 6,87 juta meter persegi (m2) untuk area CBD) dan 3,58 juta m2 untuk luar CBD.

Namun tambahan gedung baru itu tidak diiringi oleh tingkat keterisian ruang perkantoran. Tingkat hunian disebut terus terjadi penurunan sejak kuartal III-2020 dan diprediksi akan terus berlangsung sepanjang 2021.

“Memang 2021 ini kita lihat masih banyak pasok office yang akan masuk, jadi masih tetap challenging sektor ini karena dipicu oleh faktor supply dan memang belum ada keseimbangan yang bisa mendorong tingkat hunian bisa naik di 2021. Jadi memang kita harus mengatakan tahun 2021 tingkat hunian diperkirakan akan terus menurun,” ujarnya.

Hal itu berdampak terhadap harga sewa dan harga jual gedung perkantoran. Ferry mengungkap bahwa rata-rata tarif sewa kantor di CBD Rp 257.532 per m2 atau turun 7% dibanding tahun lalu. Begitu juga di luar CBD, harga sewa turun jadi Rp 190.047 per m2 atau turun 2,5% dibanding tahun lalu.

“Ini harga sewa yang ditawarkan oleh pemilik gedung dan harganya masih bisa sangat negotiable. Apalagi dalam kondisi sekarang itu diskonnya bisa lumayan tinggi tergantung tenant-nya apa, kira-kira brand-nya terkenal nggak, apakah mereka ngambilnya cukup besar, itu diskonnya bisa lebih besar, jadi itu sangat situasional,” jelasnya.