Menanggapi Kritikan PSI, NasDem Menyebut Revisi UU Pemilu untuk Jangka Panjang

Politik057 views

Inionline.id – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta partai-partai di DPR tidak merevisi Undang-undang (UU) Pemilu demi kepentingan politik jangka pendek.

Anggota Komisi II DPR Fraksi NasDem, Saan Mustopa justru menilai revisi UU Pemilu kali ini untuk kepentingan jangka panjang agar tidak dirubah lagi.

“Justru revisi kali ini kita lakukan untuk kepentingan jangka panjang yaitu untuk membangun sistem politik dan format demokrasi kita ke depan lebih berkualitas lebih baik lah agar tidak dilakukan revisi secara musiman setiap 5 tahun sekali,” katanya, Kamis (7/1).

Saan mengungkapkan, Komisi II melakukan revisi lebih awal lantaran masa jabatan DPR periode sekarang masih panjang. Pihaknya juga bisa mengundang pegiat pemilu untuk memberi masukan.

“Makanya kita melakukan revisi pemilu lebih awal dan di masa periode DPR ini agar cukup banyak waktu yang melibatkan masyarakat, baik masyarakat sipil maupun pegiat pemilu dan lain untuk bisa terlibat dalam pembahasan undang-undang pemilu,” tuturnya.

Sehingga, momentum revisi UU Pemilu lebih awal tidak seperti kritikan yang dilontarkan PSI. Dia mengaku, Komisi II punya kesadaran untuk membangun format politik ke depan.

“Momentumnya sekarang supaya ke depan tidak seperti yang disampaikan (PSI), karena kita punya kesepakatan dengan kesadaran yang sama untuk membangun format politik ke depan, tidak musiman,” pungkasnya.

Diberitakan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta partai-partai di Dewan Perwakilan Rakyat tak merevisi Undang-undang atau UU Pemilu demi kepentingan politik jangka pendek. PSI menilai ada tendensi ke arah tersebut jika melihat sejumlah poin yang hendak direvisi dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 itu.

“PSI beranggapan ada tendensi bahwa UU Pemilu hendak diubah tergantung kepentingan partai-partai politik yang tengah berkuasa. Bukan didorong kebutuhan obyektif dan menyangkut kepentingan bangsa yang lebih besar,” kata Plt Sekjen PSI Dea Tunggaesti dalam keterangan tertulis, Selasa, (5/1).

Sejak beberapa bulan lalu, DPR memang tengah menggodok revisi UU Pemilu. Draf revisi UU Pemilu itu sudah diserahkan ke Badan Legislasi DPR untuk diharmonisasi. Namun pada November 2020 lalu, Baleg mengembalikan draf itu kepada Komisi II DPR untuk dimatangkan terlebih dulu.

Ada beberapa usul perubahan terhadap UU Pemilu. Di antaranya mengenai sistem pemilu terbuka, tertutup, atau campuran; ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang hendak dinaikkan; presidential thresholdatau ambang batas pencalonan presiden; dan metode penghitungan suara.

Dea mengatakan banyak poin yang akan direvisi itu baru diterapkan satu kali di Pemilu 2019. Misalnya aturan keserentakan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, parliamentary threshold sebesar 4 persen, presidential threshold 20 persen, dapil magnitude, dan metode penghitungan suara

Menurut Dea, PSI menilai aturan pemilu belum perlu direvisi. Dia berpendapat aturan pemilu sebaiknya dievaluasi atau diubah setelah diterapkan pada empat atau lima kali pemilu. “Jangan terlalu sering, biar kita punya pengalaman yang lebih obyektif,” ujar Dea.

Selain itu, Dea mengingatkan para politikus Senayan selayaknya bertindak sebagai negarawan. Termasuk dalam menyikapi usulan revisi UU Pemilu tersebut. Ia mengatakan revisi seyogyanya bertujuan untuk terus memperkuat sistem politik. “Bukan untuk dibongkar-bongkar kapan saja, mengikuti kepentingan politik jangka pendek,” tandasnya.