Kasus Kerumunan dan Jerat Pasal Penghasutan untuk Rizieq Shihab

Inionline.id – Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Rizieq.

Tak hanya Rizieq, polisi juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah Haris Ubaidillah (Ketua Panitia), Ali Bin Alwi Alatas (Sekretaris Panitia), Maman Suryadi (Panglima LPI-Penanggungjawab Keamanan Acara), Sobri Lubis (Ketua Umum FPI-Penanggungjawab Acara), dan Habib Idrus (Kepala Seksi Acara).

Dalam kasus ini, Rizieq dijerat Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP. Sedangkan lima tersangka lain dijerat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 160 KUHP diketahui berbunyi ‘barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500’.

Penerapan pasal penghasutan itu, dinilai akan menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum untuk menjerat Rizieq.

Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar berpendapat, pasal itu bisa digunakan jika ada beberapa unsur terpenuhi.

“Menghasut itu harus ada dulu orang yang menghasut, harus ada dulu orang yang mengikuti hasutannya. Kalau enggak ada, enggak masuk itu, enggak terbukti,” kata Fickar saat dihubungi, Kamis (10/12).

Fickar mengatakan pasal penghasutan itu tak tepat disangkakan kepada pentolan FPI itu. Kendati demikian, dia menyebut bahwa mungkin penyidik memiliki asumsi tersendiri hingga akhirnya menerapkan pasal tersebut dalam kasus ini.

“Kalau menurut saya sih kurang tepat, tapi polisi mungkin, penyidik punya anggapan lain, punya bukti lain,” ujarnya.

Fickar menyampaikan kepolisian mesti menjelaskan dasar atau bukti apa hingga akhirnya menerapkan Pasal 160 KUHP tersebut. Tak hanya itu, Fickar juga mendorong pihak Rizieq untuk menempuh langkah praperadilan terkait penetapan tersangka ini.

“Tim penasihat hukum Rizieq bikin praperadilan, supaya jelas, supaya dibuka apa sih penghasutannya,” ucap Fickar.

Di sisi lain, Fickar juga menilai bahwa penerapan Pasal 93 UU 6/2018 terhadap lima tersangka lainnya juga kurang tepat.

Sebab, menurut Fickar, pasal itu hanya bisa diterapkan jika Jakarta menerapkan karantina wilayah di masa pandemi Covid-19 ini. Sedangkan, Jakarta diketahui hanya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Fickar menyebut jika penerapan pasal itu baru bisa dilakukan jika ada peristiwa kerumunan massa itu menimbulkan kedaruratan.

“Umpamanya orang satu Petamburan kena Covid-19 semua, nah itu bukti itu menimbulkan kedaruratan,” tutur Fickar.

Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Chudry Sitompul menuturkan penyidik harus mampu membuktikan soal penerapan Pasal 160 KUHP terhadap Rizieq.

Kata Chudry, harus ada penjelasan dan pembuktian apakah pernyataan Rizieq yang mengundang masyarakat dalam acaranya merupakan bentuk penghasutan.

“Dia (Rizieq) mengundang itu dinilai, dianggap menghasut atau tidak, mengundang sifatnya pasif, datang boleh, enggak datang boleh. Jadi kita lihat di situ, alat buktinya, bagaimana keterangan ahli, saksi,” tuturnya.

Infografis Rizieq Pulang Memicu KerumunanInfografis Rizieq Pulang Memicu Kerumunan. (CNNIndonesia/Basith Subastian)

Chudry menjelaskan pasal itu bisa diterapkan jika misalnya Rizieq terbukti menyuruh orang untuk tak mengikuti aturan terkait kerumunan massa di tengah pandemi virus corona.

Sebab sudah ada berbagai aturan yang menjadi dasar penanganan pandemi Covid -19 ini. Mulai dari undang-undang hingga peraturan gubernur.

“Dia (Rizieq) dikenakan (Pasal 160 KUHP) karena menyuruh orang untuk melawan hukum, untuk melanggar peraturan kekarantinaan kesehatan,” kata Chudry.

“Ini kan asumsi, tapi kan polisi punya buktinya, apakah surat undangannya beredar atau misal siapa yang nyuruh, oh Rizieq yang nyuruh pasang tenda misalnya,” lanjutnya.

Sementara, Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar menilai sangat berlebihan bila pihak kepolisian mencekal pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan di Petamburan Senin (10/12) kemarin.

“Itu [pencekalan] agak berlebihan dari pandangan kami,” kata Aziz kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/12).

Aziz mengaku keberatan bila Rizieq ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian. Terlebih, Rizieq justru readyviewed dikenakan pasal 160 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ia mengatakan pihaknya sudah memperkirakan bila Rizieq akan dikenakan pasal terkait penghasutan tersebut oleh pihak kepolisian.

“Pemanggilan pertama saya sudah tahu dan perkirakan ini. Arahnya sudah terlihat karena dikenakan terkait video pidato beliau di Tebet dan pasalnya 160,” kata Aziz.

Meski demikian, Aziz mengatakan pihaknya belum menentukan sikap untuk merespon penetapan Rizieq sebagai tersangka tersebut. Ia mengatakan masih berkoordinasi dengan Rizieq Shihab terkait upaya hukum lanjutan yang akan ditempuh terkait hal ini.

“Nanti kita kabari, masih berkoordinasi dengan HRS,” kata Aziz.

Aziz pun enggan untuk memberitahu keberadaan Rizieq sampai saat ini usai ditetapkan tersangka oleh kepolisian.

“Iya [belum bisa diberi tahu],” kata Aziz.

Polisi sebelumnya menetapkan Rizieq sebagai tersangka kerumunan yang terjadi di Petamburan, Jakarta Pusat, pada November lalu. Rizieq dijerat Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Penyelenggara saudara MRS (Rizieq Shihab) disangkakan Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (10/12).