Guru Minta Mendikbud Memperkuat Hubungan SMK dengan Industri

Pendidikan757 views

Inionline.id – Di hadapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, guru SMK Ondak Jaya Muhammad Khairul Ihwan mengungkapkan keinginan agar SMK terhubung dengan industri (bridging factory).

Menurut Ihwan, bridging factory bisa menjadi wahana belajar industrial di SMK, sehingga para murid memiliki modal pengalaman industrial sejak dini.

“Untuk bridging factory, harus bersahabat dengan industri kecil dan menengah (IKM). Industri dan IKM berbeda-beda di setiap daerah,” ujar Ihwan, pada tayangan Kick Andy di Metro TV.

Lantas, Nadiem menanyakan komponen apa yang harus diperhatikan pemerintah untuk bisa mengawinkan SMK dengan industri kecil menengah (IKM). Nadiem juga menanyakan apakah fleksibilitas kurikulum menjadi penting.

Ihwan mengatakan, hal itu bergantung pada kondisi masing-masing daerah. Misalnya, di NTB yang tidak ada perusahaan besar. Mengembangkan IKM juga harus diperhatikan oleh pemerintah.

Di satu sisi, permasalah yang kerap dihadapi ialah kepala sekolah tidak mampu menjalankan komunikasi dengan industri. Di samping itu, industri juga sulit diundang ke sekolah.

“Jadi, kalau tidak ada komitmen baik, sulit bekerja sama,” kata Ihwan.

Pentingnya Guru Penggerak

Di mata Nadiem, sosok Ihwan merupakan salah satu guru penggerak. Sebab, Ihwan merupakan pendiri SMK Ondak Jaya di Lombok Timur. Ihwan tergerak karena keinginannya untuk mencerdaskan anak-anak, meski dengan kemampuan seadanya.

Mencari guru penggerak yang mempunyai potensi menggerakkan suatu sekolah merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran para murid. Guru penggerak diidentifikasi bukan hanya karena kompetensi mereka sebagai guru, tetapi juga kemauan dan kemampuan menjadi pemimpin untuk menggerakkan para guru lain.

“Karena itu, guru penggerak menjadi masa depan kepala sekolah dan pengawas di seluruh Indonesia ini adalah pemimpin masa depan kita,” ujar Nadiem.

Selain itu, guru juga harus diberikan kemerdekaan dalam menentukan level anak didiknya. Untuk itu pola pendidikan kita harus diubah. Sebab, pola pengajaran murid yang sekarang masih tidak membedakan kemampuan satu anak dengan anak lain.

“Kalau sekarang dipukul rata. Anak kelas 4 SD di Jakarta, Papua, Maluku, dan Rote semua buku angkatannya sama. Level kompetensinya sama. Padahal, dalam satu kelas itu anak-anak bervariasi. Ada yang jago matematika. Ada juga yang jago bahasa,” katanya.

Oleh sebab itu, konsep kurikulum harus fleksibel, di mana guru diberikan hak untuk menganalisis kemampuan muridnya dan mengelompokkannya pada tingkat tertentu.

“Bayangkan, bagaimana kita menuntut anak-anak kreatif, kolaboratif, dan inovatif, tetapi kita tidak membiarkan guru kira berkreasi mengambil risiko dan berinovasi untuk yang terbaik terhadap muridnya,” kata Nadiem.

Guru Minta Mendikbud Perkuat Hubungan SMK dengan Industri