Survei IPO: Masyarakat Puas dengan Kinerja Kemenkeu dan KemenBUMN di Tengah Pandemi

Headline, Nasional057 views

Inionline.id – Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai perlu ditumbuhkannya optimisme untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Ini tentu menjadi tugas pemerintah, baik dalam mengelola politik anggaran dan implementasinya. Maka dari itu, penting adanya koordinasi antar segala lembaga mulai dari pemerintah pusat hingga daerah.

“Satu-satunya jalan untuk menghentikan kondisi resesi atau memulihkan kondisi ekonomi ke arah yang lebih baik, salah satunya adalah meningkatkan optimisme itu. Dan ini bukan sesuatu yang rill terjadi saat ini, ini adalah harapan. Dan kalau harapan tersebut tercapai, maka kondisi kita akan membaik,” kata Dedi pada sesi wawancara dengan MNC Trijaya, Sabtu (7/11).

“Saya kemudian melihat menteri-menteri yang ada di garis koordinasi menko itu mendapatkan perhatian publik atau tidak. Kalau dalam catatan IPO, Kementerian Riset dan Teknologi hanya menduduki posisi ke-13 dari 34 kementerian dianggap berprestasi. Lalu, Kementerian Koperasi dan UKM juga mendapatkan peringkat ke-15, lalu yang kurang maksimal ada Kementerian Tenaga Kerja yang hanya mendapat 0,9 persen atau peringkat ke-32,” papar Dedi.

Dedi menilai Kementerian Tenaga Kerja adalah pihak yang cukup krusial sekaligus pendongkrak kestabilan kondisi ekonomi di Indonesia. Sebab, tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat produktivitas masyarakat.

Peringkat ini dilanjutkan dengan posisi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) ada di posisi 30 dengan tingkat kepuasan publik 2 persen, Kementerian Perindustrian di posisi 24, Kementerian Perdagangan ada di posisi 21, Kementerian Pertanian ada di posisi 18.

“Kementerian-kementerian yang dianggap baik dari koordinator ekonomi hanya ada 2, Kementerian Keuangan dan BUMN. Dan memang, kebetulan, posisi mereka berada di atap. Kementerian Keuangan ada di 87 persen, kemudian Kementerian BUMN ada di 60 persen,” imbuhnya.

Namun demikian, kondisi ekonomi secara kolektif tidak dapat didasarkan oleh dua kementerian tersebut, karena akan lebih maksimal jika kementerian lain di bawah naungan Kemenko Perekonomian juga ikut produktif dalam melaksanakan segala tugasnya.

Serapan Anggaran jadi Sorotan

Selain kinerja kementerian yang kualitasnya belum rata, salah satu yang juga menjadi anomali adalah bagaimana dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum sepenuhnya terserap. Oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikan betul-betul setiap serapan dana PEN dan memastikan alokasinya ke segala sektor.

“Kalau 52 persen sudah terserap dan sudah terserap di masyarakat, harusnya ada dampak baik, tetapi faktanya BPS malah mengumumkan bahwa kondisi kita terjerat di jurang resesi. Artinya, kalau kita berharap dalam 2 bulan ke depan kita harus menyelesaikan 100 persen dari dana serapan PEN untuk memulihkan ekonomi itu adalah sesuatu yang sangat berat,” jelasnya.

Menurut Dedi, hal ini bukan karena ia pesimis, tetapi realistis karena orientasi politik anggaran akan rumit di sisi birokrasinya. Dedi menilai rasanya tidak memungkinkan jika anggaran sisa sebanyak 50 persen dalam waktu yang singkat terealisasi, sementara keberadaan administrasi dan birokrasinya sangat rumit, misalnya dengan diadakannya rapat anggaran dan berbagai prosedur lainnya.

“Ganjalannya bukan hanya soal uang ini terserap. Tetapi, apakah uang yang terserap ini benar-benar terserap dengan tata kelola yang baik, atau tidak? Jangan-jangan Rp 300 triliun yang sudah terserap pun juga tidak tepat sasaran,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemberlakuan penyerapan anggaran harusnya tidak perlu melibatkan ketakutan terhadap lembaga tertentu. Karena, pemerintah hanya butuh fokus dari segi anggaran dan proses birokrasi. “Sudah ada 50 persen lebih dikeluarkan, tetapi tanda adanya pemulihan itu belum nampak?” tutup Dedi.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan, birokrasi yang berbelit saat ini sudah mulai bekerja efektif. Hasilnya kata dia, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga mengalami perbaikan.

“Di Q3 ini mengalami pertumbuhan dibandingkan Q2, tumbuh positif, ini kabar baik,” ungkap Yustinus.

Diharapkan akselerasi kinerja pemerintah akan terus membaik sehingga akan menjadi prakondisi bagi pergerakan ekonomi di tahun 2021.