Kualitas Pendidikan Indonesia akan Sulit Meningkat, Selama Profesi Guru Tak Dihargai

Pendidikan457 views

Inionline.id – Sosiolog sekaligus Pengajar Vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menyebut kualitas pendidikan di Indonesia masih sulit ditingkatkan. Sebab, hal mendasar seperti menghargai guru masih menjadi permasalahan.

“Di Indonesia ada guru digunduli orang tua, guru dibully oleh anak murid, karena tidak ada respect, karena dianggap ini bukan profesi bergengsi, tapi lihat kalau terjadi apa-apa, guru yang disalahkan orang tua,” kata Devie dalam Rapat Panja Peta Jalan Pendidikan, Rabu, 11 November 2020.

Menurut dia, sudah waktunya profesi guru di Indonesia tak boleh dipandang sebelah mata. Jika berkaca pada Finlandia dan Jepang, profesi guru menjadi sangat bergengsi. Guru tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) saja punya ijazah sarjana (S1).

Devie mengatakan, kondisi tersebut bisa menjamin kualitas Sumber Daya Manusia tenaga pendidik dan hasil didikannya. Dengan begitu, selain terpandang, profesi guru akhirnya tidak lagi dilihat sebagai profesi kelas rendah.

“Dengan begitu guru memberikan kehidupan dalam sangkar emas. Seperti Finlandia dan Jepang bisa pastikan sekolahnya terbaik dan gurunya itu terbaik yang kualifikasinya jelas,” ujarnya.

Menurutnya hal itulah yang membuat sistem pendidikan di luar negeri menjadi lebih baik. Di samping, pendidikan di luar negeri memang berorientasi kepada peningkatan keahlian anak demi peningkatan sumber daya manusia (SDM) itu sendiri.

“Anak ini maunya apa dan bisanya apa, karena kalau dia sudah menjadi orang yang memang sesuai bakat dan minatnya, pasti dia akan bekerja dan sungguh-sungguh pada pekerjaannya yang akan mempengaruhi ekonomi negara,” tambahnya.

Devie pun mengkritisi sistem pendidikan Indonesia yang berorientasi pada bagaimana menyiapkan anak untuk ujian, bukan untuk menghadapi kehidupan. Untuk itu, yang pertama harus dilakukan adalah fokus pada program membuat peta jalan pendidikan yang langsung menentukan implementasi.

Kemudian, ia menyarankan agar tidak ada perubahan program setiap kali berganti menteri. Dia pun meminta DPR mengawal dan memastikan program dunia pendidikan yang berfokus pada pembangunan SDM Indonesia.

“Siapa pun menterinya punya waktu lima tahun, di tahun pertama fokus aja di pendidikan PAUD dan SD, baik itu guru dan infrastrukturnya, seluruh indonesia setahun itu fokus di SD aja. Tahun kedua SMP, ketiga SMA dan seterusnya,” ungkap dia.