Kemenaker Menegaskan Pembahasan UU Cipta Kerja Libatkan Publik

Headline, Nasional057 views

Inionline.id – Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan pembahasan UU Cipta Kerja sudah melibatkan berbagai partisipasi publik termasuk pengusaha dan serikat pekerja.

“Kami mencatat ada sembilan kali pertemuan yang kami lakukan, Tim Tripartit antara Apindo, kemudian ada serikat pekerja dan serikat buruh,” kata Anwar dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu (17/10) seperti dikutip Antara.

Ia mengatakan aspek demokrasi menjadi dasar dalam membahas regulasi tersebut karena pemerintah menyadari adanya pro dan kontra terkait pembahasan pasal di klaster ketenagakerjaan.

Namun, Anwar memastikan, pemerintah telah berupaya untuk memperjuangkan setiap aspirasi buruh agar hak-hak mereka terlindungi.

“Dalam dialog ada yang memang kita proses memberi, tetapi juga harus menerima. Dengan begini, Kementerian Ketenagakerjaan berdiri di dua sisi, satu sisi memang memberikan perlindungan yang optimal agar yang namanya pekerja, buruh terlindungi,” katanya.

Ia menjelaskan UU Cipta Kerja dapat menciptakan peluang kerja terutama bagi penduduk usia kerja produktif dan menekan tingkat pengangguran yang berpotensi meningkat pada masa pandemi COVID-19.

“Ini adalah mengapa UU ini dinamakan Cipta Kerja, artinya kita butuh investasi, tetapi saat bersamaan kita merespons bagaimana menciptakan berbagai peluang pekerjaan,” kata Anwar.

Terkait penolakan buruh atas isu tenaga kerja asing, ia mengatakan, pekerja asing yang masuk hanya boleh mempunyai kompetensi khusus dan terikat oleh waktu.

“Contohnya adalah yang mereka memiliki keahlian yang sangat spesifik, yang memang kita tidak ada. Seandainya mesin itu rusak, misalnya, maka dia bekerja dengan jangka waktu tertentu,” ujarnya.

Untuk pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Anwar menambahkan, UU ini memberikan perlindungan selama pegawai PKWT bekerja serta menjamin haknya, termasuk memberikan kompensasi, apabila pekerjaan tersebut usai.

Selain itu, regulasi mengenai tenaga outsourcing atau alih daya juga diatur dengan ketat, sehingga apabila terjadi pengalihan tenaga kerja, maka masa kerjanya harus dihitung, dan perlindungan hak harus dipersyaratkan dalam perjanjian kerja.

“Artinya kalau perusahaan mempekerjakan orang, biasanya mulai dari nol lagi, di sini tidak. Pengusaha alih daya harus mengakui catatan-catatan pekerjaan yang sudah dilakukan pekerja sebelumnya. Dan ini akan diperhitungkan sebagai komponen tentunya besaran gaji,” katanya.