Dana Pensiun RI Hanya 13 Persen dari PDB Tanpa Reformasi

Ekonomi057 views

Inionline.id – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu memprediksi dana pensiun yang dikelola di Indonesia hanya mencapai 13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2045 mendatang.

Proyeksi ini muncul bila Indonesia tidak segera melakukan reformasi pada lembaga dan mekanisme pengelolaan dana pensiun dalam beberapa tahun ke depan.

“Indonesia sangat membutuhkan reformasi pensiun. Apabila reformasi ini tidak dilaksanakan, dana pensiun Indonesia pada 2045 hanya akan mencapai 13 persen dari PDB,” ujar Febrio di diskusi virtual yang diselenggarakan Kementerian Keuangan bertajuk Designing the Optimum Ecosystem of Pension, Rabu (21/10).

Sayangnya, proyeksi itu bukan angka yang menggembirakan. Sebab, pengelolaan dana pensiun di Tanah Air saat ini sebesar 5,6 persen dari PDB.

Artinya, hasil pengelolaan dana pensiun hanya akan bertambah sekitar dua kali lipat dalam kurun waktu 25 tahun ke depan. Padahal, negara-negara tetangga Indonesia, memiliki dana pensiun yang jauh lebih besar pada tahun ini.

Malaysia misalnya, dana pensiun yang dikelola sudah mencapai 65 persen dari PDB. Dana kelola ini berpotensi meningkat lebih tinggi dalam beberapa tahun ke depan.

“Jadi itu sangat jauh dibandingkan dengan apa yang kita miliki untuk negara besar ini,” terang Febrio.

Lebih lanjut ia mengatakan reformasi dana pensiun tak hanya bisa memberi dampak peningkatan ekonomi, tapi juga membangun sistem yang mampu menyeimbangkan antara keterjangkauan pembiayaan dan kecukupan manfaat, serta keberlanjutan program.

Tantangan lainnya yang harus dijawab adalah meningkatkan kecukupan program pensiun, penegakan program pensiun, serta bagaimana memperdalam sistem keuangan lewat dana pensiun. Pemerintah harus bisa menggunakan dana pensiun dalam pendalaman sistem keuangan.

Oleh karena itu, Febrio menekankan pentingnya reformasi dana pensiun dari sisi kelembagaan hingga mekanisme pengelolaan dana. Caranya, dengan reformasi desain, tata kelola, transparansi, dan strategi alokasi aset kelolaan dana pensiun, serta penguatan dan penyempurnaan regulasi agar lebih harmonis.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan reformasi dana pensiun juga diperlukan karena bersinggungan dengan pekerja.

Saat ini, ada tiga lembaga besar yang mengelola dana pensiun di Indonesia, yaitu PT Taspen (Persero) yang mengelola pensiunan ASN, PT Asabri (Persero) untuk dana pensiunan tentara, polisi, dan ASN Kementerian Pertahanan, serta BPJS Ketenagakerjaan pengelola dana pekerja formal di sektor swasta.

Selain itu, ada juga institusi swasta, seperti Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Namun, kehadiran para lembaga ini rupanya belum cukup menjangkau kebutuhan pensiun seluruh pekerja.

Menurut catatannya, hampir semua pekerja informal yang jumlahnya setara 60 persen dari total pekerja di Indonesia tidak memiliki program perlindungan pendapatan pensiun. Maka dari itu, reformasi dana pensiun perlu dilakukan agar bisa menjangkau lebih banyak pekerja untuk mendapat jaminan pensiun.

“Bagaimana sistem pensiun terbaik bagi ekonomi dengan informalitas yang tinggi. Bagaimana orang-orang yang bekerja secara informal dapat terlindungi juga?” tandas Suahasil.