Pengusaha Meminta Bank Kebut Penyaluran Kredit Modal Kerja

Ekonomi057 views

Inionline.id – Pengusaha meminta perbankan nasional segera memberi kreditmodal kerja kepada dunia usaha setelah menyelesaikan persetujuan restrukturisasi kredit di tengah pandemi virus corona (covid-19). Hal itu bertujuan agar dunia usaha punya amunisi tambahan untuk menggenjot roda bisnis ketika aktivitas ekonomi dibuka.

Permintaan ini salah satunya disampaikan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani usai bertemu dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pada Kamis (2/7).

“Restrukturisasi sudah berjalan, kami meminta ada tahapan lanjutan, yaitu modal kerja yang memang dibutuhkan UMKM dan dunia usaha,” ungkap Rosan.

Rosan mengatakan permintaan ini didasari oleh keluhan sejumlah pengusaha yang kesulitan mendapatkan kucuran kredit modal kerja dari bank usai mendapat persetujuan restrukturisasi. Padahal, menurutnya, proses restrukturisasi tidak akan berjalan optimal tanpa tambahan kredit modal kerja.

Sebab, pengusaha tidak memiliki kecukupan dana untuk menggerakkan roda bisnis, di mana hasilnya akan digunakan untuk membayar cicilan atas kredit yang sudah mendapat persetujuan tunda bayar dari bank.

“Kalau tidak ada modal kerja, proses restrukturisasi yang sudah berjalan saat ini tidak bisa optimal,” ungkap Rosan.

Bahkan, ia memperkirakan tanpa kredit modal kerja, pengajuan restrukturisasi dari dunia usaha ke bank justru akan semakin meningkat. Pengusaha akan meminta bank kembali meringankan beban kreditnya karena tidak punya kecukupan sumber pemasukan dari bisnis yang terlanjur lesu dalam beberapa bulan terakhir.

Saat ini, Rosan mencatat setidaknya kredit yang sudah direstrukturisasi bank mencapai Rp507 triliun atau sekitar 50 persen dari total kredit UMKM sebesar Rp1.100 triliun. Sementara total restrukturisasi kredit dari semua kalangan usaha mencapai Rp1.350 triliun atau sekitar 20 persen dari total kredit bank ke dunia usaha sebesar Rp5.700 triliun.

“Kalau tidak ada langkah kongkret dan kebijakan yang lambat, angka (restrukturisasi) ini bisa berkembang (dari 20 persen) menjadi ke level 40 persen sampai 45 persen dari total kredit bank,” tuturnya.

Rosan mengatakan permintaan agar bank segera memberikan kredit modal kerja sejatinya bukan hanya permintaan pengusaha di Indonesia. Hal ini juga dilakukan di negara-negara tetangga.

“Ini sudah dilakukan negara tetangga kita untuk modal kerja ini ada penjaminan dari pemerintah kurang lebih bisa 80 persen, 90 persen, dan sisanya 10 persen atau 20 persen dari perbankan,” ucapnya.

Ia pun melihat bila pemberian kredit modal kerja segera diberikan, pemerintah tak perlu ‘pusing-pusing’ memberikan stimulus baru kepada dunia usaha. Bahkan, pemerintah tidak perlu memberikan bantuan likuiditas kepada korporasi, cukup penjaminan saja.

Lebih lanjut, ia menilai permintaan ini tak sulit diwujudkan oleh para perbankan kepada dunia usaha. Sebab, hal ini akan mendorong pertumbuhan kredit bank, baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand).

Dari sisi penawaran, Rosan mengatakan OJK memastikan bahwa bank punya likuiditas yang berlimpah, sehingga seharusnya bisa memenuhi kebutuhan kredit dunia usaha. Dari sisi permintaan, dunia usaha pun sebetulnya ingin mengambil kredit baru untuk mendorong aktivitas bisnis.

“Likuiditas bank sangat baik seperti yang tadi disampaikan oleh Pak Wimboh, khususnya di bank BUKU IV, justru kendala di bank yang lebih kecil tapi skalanya tetap baik,” katanya.

Selain itu, pemerintah juga sudah memberi komitmen akan menempatkan dana sebesar Rp30 triliun di bank-bank negara. Bahkan, suku bunga dari dana tersebut dijanjikan rendah. Artinya, ada tambahan likuiditas yang bisa disalurkan ke dunia usaha.

“Tapi kami bertanya ini (Rp30 triliun) skemanya seperti apa? Arah jalannya seperti apa?” imbuhnya.

Tak ketinggalan, Rosan memberi masukan agar berbagai kebijakan pemerintah dan perbankan bisa segera diimplementasikan. Dengan begitu, kebijakan yang sudah bagus benar-benar terasa dampaknya bagi dunia usaha.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga meminta bank agar segera memberikan kredit modal kerja kepada dunia usaha. Apalagi sudah ada komitmen bantuan likuiditas dari pemerintah, sehingga seharusnya tidak ada alasan ketidakcukupan likuiditas untuk diteruskan ke dunia usaha.

Hanya saja, Hariyadi meminta agar penempatan dana Rp30 triliun dari pemerintah kepada bank tidak hanya digunakan untuk memberi dukungan kredit modal kerja ke UMKM saja. Namun, juga diberikan ke pengusaha skala besar.

“Modal kerja ini alokasinya belum jelas. Yang kami tanyakan Rp30 triliun yang dieksekusi pemerintah itu untuk UMKM, padahal korporasi selain UMKM yang diperlukan juga cukup besar,” kata Hariyadi pada kesempatan yang sama.

Terkait hal ini, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo memastikan lembaganya sudah menerima berbagai masukan dari dunia usaha. Masukan ini pun akan diteruskan ke kebijakan yang mampu memberi dukungan bagi dunia usaha.

“OJK mendorong pemberian kredit modal kerja ke sektor riil, OJK akan menjembatani penyamaan kebutuhan (matching) antara pelaku usaha dengan sektor jasa keuangan yang didukung oleh pembukaan aktivitas ekonomi masyarakat untuk meningkatkan demand masyarakat,” ujar Anto.

Bahkan, ia menyatakan OJK turut meminta daftar pengusaha yang layak dan potensial untuk mendapat akses pembiayaan, khususnya yang merupakan UMKM dan bergerak di sektor industri padat karya untuk mengurangi risiko PHK. Hanya saja, ia meminta para pengusaha memberi waktu kepada regulator agar kebijakan yang disiapkan tepat sasaran dan tepat waktu.

“Jangan sampai ketika keringanan sudah siap dikucurkan, tetapi aktivitas ekonominya belum berkembang, belum berjalan, sehingga kemungkinan ini juga menghambat penyaluran kredit,” jelasnya.

Di sisi lain, Anto memastikan wasit lembaga jasa keuangan terus melakukan pengawasan dan evaluasi atas program restrukturisasi kredit hingga penempatan dana pemerintah di bank-bank negara. Tujuannya, agar semua kebijakan bisa benar-benar mendukung perekonomian.