Pakar Mengingatkan Nasib Maskapai Penerbangan Kecil Akibat Corona

Ekonomi157 views

Inionline.id – Pengamat penerbangan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arista Armadjati mengingatkan soal potensi gulung tikar sejumlah maskapai penerbangan berskala kecil dan yang memiliki kelemahan dalam jaringan di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19).

“Bisa jadi [gulung tikar] maskapai kecil dan yang network-nya lemah. Misalnya, maskapai yang hanya terbang untuk commuter, khusus di Kalimantan atau intra pulau seperti Maluku ke Papua, atau hanya di NTT [Nusa Tenggara Timur], itu yang kena duluan,” kata dia, Sabtu (4/7).

Untuk maskapai berskala besar yang melayani penerbangan di berbagai wilayah Indonesia, dia menilai, akan mengalami kesulitan dalam masalah keuangan.

Menurutnya, hal itu sudah terlihat dari langkah hampir seluruh maskapai besar di Indonesia yang melakukan memberhentikan sejumlah karyawannya yang berstatus kontrak hingga outsourcing.

Arista pun tak menutup kemungkinan sejumlah maskapai penerbangan di Indonesia akan mengurangi gaji para pegawai tetapnya bila situasi penerbangan di Indonesia terus lesu hingga beberapa bulan mendatang.

“Semua sudah kena, termasuk Garuda [Indonesia] sudah [melakukan] PHK [pemutusan hubungan kerja]. Tapi yang kena PHK itu bukan permanent staff, [melainkan] yang kontrak dan outsourcing, terus pilot [berusia] tua tidak diperpanjang kontrak,” ucapnya.

“Kalau tidak membaik, gaji pegawai tetap akan dipotong juga,” imbuh dia.

Menurutnya, kebijakan pemerintah mengizinkan pesawat untuk mengangkut penumpang maksimal 70 persen dari total kapasitasnya dalam sekali penerbangan tidak cukup mengatasi masalah keuangan yang dialami sejumlah maskapai, karena jumlah armada yang diterbangkan oleh satu maskapai saat ini hanya 30 persen.Arista menerangkan situasi lesu di dunia penerbangan akan terus terjadi selama vaksin untuk Covid-19 belum ditemukan. Menurutnya, maskapai penerbangan hanya bisa berharap pada pemerintah untuk melonggarkan syarat-syarat kepada calon penumpang yang ingin menggunakan pesawat di tengah Covid-19.

Selain itu, menurutnya, kondisi lesu yang terjadi di sektor pariwisata juga menjadi masalah bagi dunia penerbangan. Menurutnya, dunia penerbangan tidak akan bisa bangkit bila tempat wisata dan hotel masih membatasi aktivitasnya.

“Orang kalau mau rekreasi atau pariwisata lihat hotel dan destinasi pariwisatanya, bagaimana kesiapannya. Artinya, itu semua paralel, enggak bisa maskapai sendiri yang euforia. Industri pendukung [seperti] sewa mobil, hotel, [dan] suvenir itu juga harus kondisi start baru orang mulai gerak,” kata Arista.

Berangkat dari itu, menurutnya, salah satu solusi yang bisa dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki situasi di dunia penerbangan adalah melonggarkan syarat kepada masyarakat yang hendak menggunakan pesawat.

Dengan langkah tersebut, menurutnya, sejumlah maskapai penerbangan tidak akan terlalu mengalami kerugian yang besar akibat pandemi Covid-19.

“Paling tahun ini targetnya jangan sampai berdarah-darah, rugi tapi diusahakan tipislah ruginya, terus tahun depan agak mendekati normal,” tuturnya.

Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro menyatakan pengurangan tenaga kerja tersebut dilakukan berdasarkan masa kontrak karyawan yang tidak diperpanjang.Diketahui, maskapai Lion Air Group telah melakukan pengurangan sebanyak 2.600 karyawan atau kurang lebih 9 persen dari total 29 ribu karyawan akibat pandemi Covid-19.

“Bukan PHK. Jadi, pengurangan tenaga kerja berdasarkan masa kontrak kerja berakhir dan tidak diperpanjang yaitu kurang lebih 2.600 orang dari total karyawan kurang lebih 29 ribu,” katanya, Kamis (2/7).

Bahkan, maskapai Air France berencana memutus hubungan kerja dengan 7.580 karyawan di tengah peningkatan kerugian akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan.

Angka tersebut merupakan akumulasi dari pengurangan karyawan di Air France dan anak perusahaannya, HOP!.

Air France memasang target memangkas 6.560 karyawan hingga akhir 2022, sementara HOP! akan memutus hubungan kerja dengan 1.020 pekerja.