Ekonom Mengungkap Ketimpangan Stimulus Corona UMKM Vs Pengusaha

Ekonomi057 views

Inionline.id – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai stimulus ekonomi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih kurang ‘nendang’. Bahkan, stimulus tersebut kalah besar dari yang pemerintah beri ke perusahaan besar.

“Stimulus yang diberikan jumlahnya belum memadai. Jadi bisa dibilang belum nendang,” ucap Tauhid dalam diskusi virtual, Rabu (10/6).

Tauhid menjabarkan beberapa kelemahan stimulus ekonomi dari pemerintah untuk sektor UMKM. Pertama, total nilai stimulus masih lebih rendah dari yang diberikan untuk perusahaan besar.

Berdasarkan data dana penanganan dampak pandemi virus corona atau Covid-19, stimulus ekonomi untuk UMKM sebesar Rp123,46 triliun. Sementara stimulus untuk perusahaan besar mencapai Rp179,48 triliun.

Bahkan, khusus di bidang insentif perpajakan, insentif untuk UMKM hanya sekitar Rp2,4 triliun. Sedangkan perusahaan besar mencapai seluruh dari total stimulus Rp179,48 triliun.

“Jadi di mana keberpihakan untuk kerakyatan dan UMKM?” ujarnya.

Kedua, stimulus yang diberikan kemungkinan tidak optimalnya sangat besar. Hal ini tercermin pada program subsidi bunga dengan alokasi Rp35,28 triliun untuk 60,66 juta rekening UMKM.

Menurutnya, memang alokasi cukup besar dan menjangkau luas sampai 60,66 juta UMKM. Sayangnya, menurut data kompilasi dari Kementerian Koperasi dan UKM serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah UMKM yang memiliki rekening hanya sekitar 12,67 juta atau 19,74 persen dari target pemerintah.

“Ibaratnya yang potensial dapat baru 19,74 persen ini untuk dapat subsidi bunga. Khawatirnya 80 persen lainnya tidak bisa mendapatkan karena terbatasnya akses mereka ke perbankan,” katanya.

Bersamaan dengan kondisi ini, Tauhid menilai pemerintah perlu melakukan perbaikan data dan identifikasi ulang sasaran pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM. Hal ini mengingat sebagian besar tidak masuk dalam program tersebut.

Ketiga, potensi UMKM yang mendapat dana restrukturisasi juga tidak sesuai target. Pemerintah mencanangkan dana restrukturisasi untuk kredit UMKM mencapai Rp78,78 triliun.

“Tapi fleksibelitasnya hanya Rp37,88 triliun atau hanya setengahnya,” imbuhnya.

Keempat, nilai penjaminan modal kerja bagi UMKM. Menurut Tauhid, jumlah yang dialokasikan cukup minim Rp1 triliun.

Padahal, jumlah kredit usaha mikro mencapai Rp305,9 triliun. Lalu, usaha kecil Rp346,7 triliun dan usaha menengah Rp469,7 triliun.

“Alokasi untuk subsidi bunga, dana restrukturisasi, dana penjaminan, LPDB perlu ditambah untuk meningkatkan efektifitas perbaikan UMKM akibat Covid-19,” katanya.

Di sisi lain, Tauhid memberi masukan agar pemerintah memberikan dana kompensasi dari penutupan bisnis akibat kebijakan pemerintah, yaitu PSBB. Sebab, omzet UMKM turun drastis.

Sementara jumlah pekerja di sektor ini cukup besar, yakni 89,4 juta orang di usaha mikro, 4,84 juta orang di usaha kecil, dan 3,13 juta orang di usaha menengah. Pemerintah juga diminta untuk membuat skema stimulus baru berupa dana darurat.

“Dana ini berupa dana yang mudah diakses oleh UMKM dengan prosedur yang tidak berbelit-belit. Lalu perlu konsultasi dan pembinaan UMKM secara masif untuk proses recovery dengan melibatkan banyak sektor dan dunia usaha,” pungkasnya.