Banjir Desakan Minta Jokowi untuk Melarang Mudik Lebaran Gegara Corona

Headline, Nasional057 views

Inionline.id – Pemerintah masih mengkaji putusan tentang tetap diselenggarakan atau tidaknya mudik lebaran tahun ini di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Sejumlah kalangan mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang mudik.

Desakan ini disampaikan antara lain oleh kalangan. Perhimpunan pelajar RI sedunia, Badan Eksekutif Mahasiswah Seluruh Indonesia (BEM SI), hingga pimpinan MPR.

Berikut desakan yang meminta Jokowi untuk melarang mudik lebaran gegara Corona:

PPI Dunia

Perhimpunan pelajar RI sedunia mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melarang mudik.

“Mendorong pemerintah pusat untuk mempertimbangkan keputusan larangan mudik nasional agar sesuai dengan anjuran menjaga jarak fisik (physical distancing) dan menetap di rumah (stay at home) yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran COVID-19 ke berbagai daerah,” demikian kata Perhimpunan Pelajar Indonesia Sedunia (PPI Dunia), dikutip dari situs resmi PPI Dunia, Senin (20/4/2020).

Hal tersebut merupakan poin ke-9 dalam surat terbuka PPI Dunia kepada Pemerintah RI tentang gagasan penanganan pandemi COVID-19. Surat terbuka dibuat di Jakarta, 15 April 2020, ditandatangani Koordinator PPI Dunia, Fadlan Muzakki.

Ada 17 poin pernyataan PPI Dunia dalam surat terbuka ini, meliputi apresiasi PPI Dunia terhadap Perppu tentang Corona, keputusan PSBB dari pemerintah, hingga penetapan kedaruratan masyarakat. PPI Dunia juga mendorong realokasi tunjangan DPR dan DPRD yang tidak bersifat mendesak, demi mengantisipasi wabah akibat virus Corona.

“Memberi masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar melakukan realokasi tunjangan gaji dan dana operasional lainnya yang dianggap tidak mendesak sebagai upaya penanggulangan COVID-19,” demikian bunyi poin ke-6.

Mereka menedorong pemerintahan Presiden Jokowi memperhatikan pelajar Indonesia di seluruh dunia, mendorong Kemdikbud pimpinan Nadiem Makarim untuk fokus ke pendidikan selama PSBB, hingga meminta Kementerian Keuangan merealisasikan anggaran Rp 405,1 triliun untuk penanganan wabah ini.

PPI Dunia juga mendorong Kementerian Kesehatan menangani COVID-19 sesuai prosedur operasional standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serta melengakpi tenaga medis dengan Alat Perlindungan Diri (APD) yang mendukupi serta memberi tunjangan untuk tenaga kesehatan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga perlu berkoordinasi dengan baik dan transparan.

“Mendorong pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan gerakan tes masif dengan menggunakan metode swab test (PCR) serta menerapkan tracing dan tracking terhadap Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di seluruh daerah sebagai upaya untuk menanggulangi COVID-19,” demikian bunyi poin nomor 10.

Mereka juga mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menangkal berita fiktif terkait Corona, mendorong pemerintah menyiapkan rencana menghadapi kemungkinan terburuk, dan mengimbau masyarakat untuk proaktif menghadapi pandemi ini. Mereka juga mendukung polisi bersikap tegas.

“Mendukung Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk melakukan tindakan prosedural terhadap mereka yang tetap melakukan kegiatan yang menimbulkan keramaian dan yang masih berkumpul untuk tujuan-tujuan yang tidak jelas di area publik. Pihak kepolisian dapat membubarkan dan memberikan sanksi tegas dalam bentuk kerja sosial sebagai upaya memberantas COVID-19 dengan tetap memperhatikan keselamatan masyarakat, hak-hak sipil, dan menghindari tindakan represif yang berlebihan,” tulis PPI Dunia di poin 13.

BEM SI

Badan Eksekutif Mahasiswah Seluruh Indonesia (BEM SI) menyampaikan surat terbuka berisi pandangan tentang penanganan COVID19 kepada Presiden Jokowi. BEM SI ingin Jokowi mengutamakan keselamatan rakyat di masa wabah ini.

Mereka menyampaikan tuntutan pelarangan mudik, kritik terhadap PSBB, kritik terhadap kebijakan pembebasan narapidana oleh Menkum HAM Yasonna H Laoly mewanti-wanti agar tak ada yang mencari kesempatan dalam kesempitan wabah Corona untuk mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, mengkritik Perppu Corona sebagai kebijakan bernuansa oligarki, menyampaikan keluhan kuota hingga tugas kuliah, serta meminta pemerintah memperhatikan nasib guru honorer di tengah wabah.

“Surat terbuka ini adalah bentuk keresahan kepada pemerintah, untuk sekiranya pemerintah juga bersedia melihat apa yang menjadi keresahan mahasiswa ataupun masyarakat secara luas,” kata Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Remy Hastian Putra Muhammad Puhi, saat menjelaskan perihal surat terbuka ini kepada detikcom, Senin (20/4/2020).

Aliansi BEM SI, kata Remy, membawahi sekitar 200 kampus. Ada lima poin yang disampaikan oleh BEM SI lewat surat terbuka ini, mencakup permasalhaan hukum, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Berikut adalah poin-poin pandangan BEM SI secara umum:

1. Pemerintah pusat harus menilik setiap kebijakan dengan sebaik-baiknya tentang kesehatan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
2. Pemerintah pusat harus menetapkan kebijakan yang tidak berkedok kepentingan politik
3. Utamakan keselamatan rakyat dibanding kepentingan korporasi dan oligarki
4. Menjamin mutu pendidikan ke seluruh wilayah yang ada di Indonesia
5. Jika keselamatan nyawa rakyat tidak diutamakan kami siap bergerak bersama rakyat dan membersamai rakyat.

“Kita akan mengapresiasi kebijakan pemerintah yang pro terhadap rakyat, tapi kita juga akan selalu mengkritik dan menyampaikan pendapat yang sekiranya itu merupakan hati nurani kita selaku kaum intelektual jika keputusan pemerintah tidak pro terhadap rakyat secara umum,” tutur Remy.

Berikut adalah rincian penjelasannya:

1.Pemerintah pusat harus menilik setiap kebijakan dengan sebaik-baiknya tentang kesehatan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
BEM SI menilai imbauan pemerintah kepada masyarakat agar tidak mudik tidak cukup. Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan lebih tegas, melarang mudik.

“Pemerintah seperti hanya bermain imbauan di saat seharusnya pemerintah memahami secara penuh, jika budaya masyarakat Indonesia saja masih banyak yang melanggar peraturan ketika peraturan hukum telah ditetapkan. Tandanya, imbauan yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat tidak ada payung hukum yang jelas dan tidak bersifat mengikat. Jadi, suatu hal yang wajar jika masyarakat Indonesia pada saat ini lebih memilih hati nuraninya untuk menyambung silaturrahim di tanah kelahiran atau bertemu dengan sanak keluarga di kampung halaman,” tulis BEM SI.

Mereka juga ingin pemerintah menjamin kebutuhan tenaga medis dalam menjalankan tugasnya. Petugas medis adalah pahlawan yang harus diberi bekal cukup dalam melaksanakan tugas, yakni bekal Alat Pelindung Diri (APD).

2. Pemerintah pusat harus menetapkan kebijakan yang tidak berkedok kepentingan politik. Dalam poin ini, BEM SI mengkritik Permenkumham RI Nomor 10 Tahon 2020 dan Keputusan Menkumham mengenai pembebasan napi melalui asimilasi dan integrasi. Menurut BEM SI, alasan pembebasan napi kurang tepat bila tujuannya untuk mencegah penyebaran COVID-19.

“Jikalaupun ada napi baru dari luar yang masuk kedalamnya sudah pasti diharuskan menjadi orang dalam pantauan (ODP) dengan memberikan ruangan khusus dan mengisolasi dirinya selama waktu yang ditentukan untuk menghindari penyebaran ke tahanan lain. Berbanding terbalik jika para napi dikeluarkan dengan interaksi dan kehidupan sosial yang mereka lakukan akan menambah potensi penyebaran COVID-19 ini di lingkungannya,” tulis BEM SI.

Dalam poini ini, BEM SI juga mengkritik PSBB. Menurut BEM SI, kebijakan tersebut diambil karena pemerintah tidak punya uang untuk menerapkan karantina wilayah.

“Kami rasa, Pemerintah membuat kebijakan ini didasari pemerintah tidak mempunyai biaya yang mencukupi untuk membiayai bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat secara luas,” tulis mereka.

Mereka juga meminta pemerintah dan DPR tidak mencari kesempatan dalam kondisi wabah untuk mengesahkan RUU Omnibus Law Ciptaker. “Jika Bapak (Jokowi -red) tidak ingin disebut sebagai pemimpin ‘boneka’ oleh rakyat Indonesia, sampaikan sikap dan ketegasan yang nyata kepada kita semua untuk membatalkan segala narasi pembahasan terhadap RUU yang bermasalah di kalangan masyarakat dan fokus pada pembahasan dan penanggulangan COVID-19 itu sendiri,” tulisnya.

3. Utamakan keselamatan rakyat dibanding kepentingan korporasi dan oligarki. Mereka mengkritik Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Menurut mereka, Perppu ini bernuansa oligarki.

“Oleh karena itu keberpihakan Pemerintah semakin jelas terhadap kepentingan oligarki yang menggedor-gedor pintu kekuasaan agar kepentingannya cepat diakomodir. Perppu lebih berbahaya bagi perekonomian, bagi demokrasi jika dibandingkan dengan isi Omnibus Law Perpajakan dan Omnibus Law Cipta Kerja,” kata BEM SI.

Pimpinan MPR

Wakil Ketua MPR Syarief Hasan meminta pemerintah dengan tegas memutuskan pelarangan mudik Lebaran tahun ini mengingat kondisi darurat pandemi COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan. Tujuannya tentu untuk menjaga agar pandemi COVID-19 tidak semakin meluas, akibat migrasi besar-besaran masyarakat melakukan mudik.

“Kebijakan pelarangan tersebut berlaku kepada semua tanpa kecuali. Bila mudik diperbolehkan akan berpotensi meningkatkan penyebaran virus Corona menjadi 200.000 orang,” ungkap Syarief, dalam keterangannya, Sabtu(18/4/2020).

Adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) semakin memperbanyak masyarakat yang berada di kota-kota besar untuk mudik ke kampung halaman masing-masing. Bila hal demikian dibiarkan tentu akan semakin membahayakan dari proses penyebaran COVID-19, sebab sudah terbukti banyak pekerja informal yang datang dari kota-kota besar ke kampung halamannya menularkan virus COVID-19 kepada saudara, tetangga, bahkan tenaga kesehatan, dan dokter yang berada di kampung asalnya.

Menurut Syarief, berdasarkan update data pada hari ini penyebaran COVID-19 sudah mencapai sekitar 5.923 kasus. Untuk itulah ia menyebutkan, jangan sampai karena tidak ada ketegasan dari pemerintah terkait dengan mudik sehingga penyebaran virus Corona semakan meluas.
“Karena ada kemungkinan pemudik akan menjadi pembawa virus tanpa disadari,” ujar Syarief.

Syarief menuturkan, bahwa Ketua Gugus Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyebutkan ada 56% masyarakat yang menyadari bahaya virus Corona sehingga mereka oleh memutuskan untuk tidak mudik Lebaran Idul Fitri tahun ini. Maka dari itu, Syarief pun mendorong agar pemerintah membuat jaring pengaman sosial untuk rakyat bila larangan mudik dikeluarkan.

Sosiolog

Meski dunia sudah dilanda pandemi virus Corona, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melarang dua jenis mudik. Pertama, mudik karena alasan ekonomi, dan kedua, mudik karena alasan tradisi. Pakar ilmu kemasyarakatan menilai Jokowi perlu melarang mudik jenis kedua itu.

“Menurut saya, masalah tradisi, dilarang saja. Yang perlu dipikir adalah mudik karena alasan ekonomi. Namun, kalau mudik karena masalah tradisi, potong saja,” kata sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Imam Budidarmawan Prasodjo, kepada detikcom, Selasa (14/4/2020).

Aktivitas pulang kampung yang rutin diadakan tiap tahun bisa berbahaya bila tetap dilaksanakan di masa bencana nasional COVID-19 ini. Arus mudik akan meluncur deras dari arah Jakarta ke provinsi-provinsi lainnya, padahal Jakarta adalah episentrum COVID-19. Risiko penularan wabah bisa sangat nyata dan masuk akal. Penyakit dari Ibu Kota bisa tersebar sampai ke desa-desa lewat mudik lebaran.

“Tradisi sungkeman tiap lebaran bisa diatasi. Ini bukan basic need (kebutuhan dasar) yang membuat masyarakat tidak punya pilihan hidup atau mati. Tradisi seperti itu bisa ditunda. Halal bihalal bisa ditunda kalau situasinya seperti sekarang,” tutur Imam.

Imam membandingkan penghargaan nilai masyarakat terhadap tradisi dan terhadap agama. Di masyarakat religius, nilai agama dijunjung tinggi. Namun demikian, di situasi yang tak lumrah seperti sekarang, ada keringanan-keringanan yang bisa diambil. Salat Jumat yang seharusnya dilakukan bersama-sama di masjdi bisa diganti dengan salat zuhur di rumah masing-masing orang muslim, misalnya. Untuk nilai tradisi, semestinya juga perlu ada penyesuaian yang bisa diterapkan.

“Ini tinggal kalkulasi kita sebagai bangsa waras. Ini ada marabahaya. Kalau bandel juga secara kolektif (masyarakat tetap mudik karena tradisi), dan kemudian terjadi wabah yang lebih meluas, negara lain mungkin akan menonton ini sebagai kedunguan kolektif,” ujar Imam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *