Strategi Menurunkan Stunting dengan Memperdayakan Masyarakat

Nama : Farhani Yuliana

NPM : 02180200082

Oleh : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)

Kementerian Kesehatan prevalensi data tahun 2019 berdasarkan Hasil studi status gizi balita Indonesia tahun 2019 dan salah satunya adalah terkait masalah stunting, hasil prevalensi stunting 2019 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan yaitu mencapai 3,1% dari sebelumnya 30,8% di tahun 2018 menjadi 27,67% di tahun 2019. Meskipun persentasenya mengalami penurunan, angka tersebut masih tergolong tinggi karena masih diatas standar yang ditetapkan WHO yakni di bawah 20%.  Kondisi dimana pertumbuhan tinggi badan anak sesuai grafik pertumbuhan standar dunia masih menjadi masalah kesehatan nasional, yang perlu penanganan secara serius guna mengetahui perkembangan angka stunting di Indonesia.

Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini yang tentunya bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya diantaranya melalui program GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) dan program-program lainnya yang mengedepankan upaya preventif promotif.

Stunting tak terlepas dari generasi penerus yang sehat dimana generasi tersebut merupakan cikal bakal suksesnya suatu Negara. Asupan gizi anak dan kesehatan lingkungan dimana dia tumbuh, menjadi penentu AKG yang tidak  sempurna di 1000 hari pertama kehidupan. Hal ini dapat mengakibatkan tinggi anak tidak tumbuh sesuai umurnya yang disebut Stunting. Intervensi gizi menjadi kunci memperbaiki generasi penerus yang mampu menekan prevalensi dengan memberikan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI Ekslusif.

Masyarakatnya juga turut serta mengintervensi gizi secara sensitif pada kesehatan sekaligus secara spesifik pada lingkungan melalui kegiatan inovatif untuk sadar akan pentingnya kesehatan. Pemerintah semestinya mengalokasikan anggaran sebesar 25% dari APBD untuk mengusung tema pengawalan 1000 hari karena banyak kasus gizi kurang atau anak stunting. Kelurahan/Desa bisa meyakinkan masyarakat,  lembaga-lembaga desa yang ada untuk kemudian bekerjasama dengan baik bersama BPD sehingga di dalam penganggaran  pemberdayaan dapat digunakan untuk tujuannya.

Seorang Bidan Desa mendampingi para ibu hamil setiap bulan sebagai salah satu bentuk intervensi gizi, pendampingan pun berlanjut menjadi kelompok pendukung ASI kampanye berfokus pada peningkatan pemahaman. Selain fokus di gizi, lingkungan yang kotor juga akan berdampak buruk pada kesehatan, seperti kebiasaan buruk keluarga untuk buang air besar di sungai.

Baiknya setiap Kelurahan/Desa membentuk berbagai kader untuk membantu menekan angka stunting.  Hal ini merupakan tanggung jawab bersama karena penerus bangsa yang sehat merupakan sumber daya manusia yang mampu mensejahterakan bangsa. Intervensi penurunan angka stunting tidak dapat berjalan sendiri, diperlukan langkah strategis dan proses kaderisasi yang dapat mengajak masyarakat untuk turut andil dalam memperbaiki generasi penerus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *