Kementan Dan BPN Sepakat Memperluas Lahan Baku Sawah

Ekonomi157 views

Inionline.id – Kementerian Pertanian bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang sepakat bahwa terdapat revisi dari data luas lahan baku sawah. Revisi tersebut mengarah pada penambahan luas lahan baku sawah dari yang saat ini ditetapkan sebesar 7,1 juta hektare di seluruh Indonesia.

Kesepakatan itu dihasilkan setelah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menggelar pertemuan bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Kamis (31/10). Pertemuan tersebut merupakan tindaklanjut sinkronisasi data lahan pertanian setelah sebelumnya Syahrul bertemu dengan BPS, Selasa (29/10) lalu.

“Kita menyamakan persepsi dan data tentang lahan baku sawah. Ada penambahan, tapi angka finalnya nanti tanggal 1 Desember,” kata Sofyan kepada wartawan di kantornya.

Hingga saat ini, Kementerian ATR bersama Kementan, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) telah melakukan verifikasi di 20 provinsi yang menjadi lumbung padi nasional. Di waktu yang tersisa, pihaknya sedang melakukan verifikasi di 14 provinsi. Namun, kata dia, luas lahan di 14 provinsi tersebut tidak begitu besar.

Sofyan mengakui, data luas lahan baku sawah sebesar 7,1 juta hektare yang dipegang pemerintah diperoleh dari hasil tangkapan citra satelit dan diinterpretasikan oleh BIG, Lapan, dan BPPT. Meski telah menggunakan teknologi tinggi, deviasi antara hasil pencitraan satelit dan kondisi riil sangat bisa terjadi.

Sebagai contoh, Sofyan menuturkan, berdasarkan data citra satelit di suatu daerah tidak menunjukkan adanya area pertanaman padi. Itu bisa benar bisa juga salah karena adanya penafsiran data yang kurang tepat. Oleh karena itu, empat lembaga yang bertugas menetapkan luas lahan baku sawah melakukan verifikasi lapangan.

“Jadi misalnya di gambar tidak jelas, apakah sawah atau bukan. Lalu dalam citra satelit ternata bukan sawah. Begitu pergi ke lapangan ternyata sawah. Jadi itu bisa dibuktikan,” ujar Sofyan.

Namun, Sofyan belum dapat menyebutkan progres luasan lahan yang telah terverifikasi. Ia meminta publik untuk menunggu hasil akhir pada 1 Desember 2019 mendatang karena seluruhnya masih di proses oleh tim ahli empat kementerian.

Lebih lanjut, ia menegaskan meski terdapat potensi deviasi dari pencitraan satelit, pemerintah tetap akan menggunakan teknologi tersebut. Skala yang digunakan adalah 1:5000 sehingga resolusi peta area pertanaman yang didapat sudah sangat tinggi.

Dengan teknologi itu, pemerintah melengkapinya dengan verifikasi langsung sehingga hasil yang didapat valid dan dapat dipertanggunggjawabkan.

“Namanya keliru interpretasi dalam ilmu itu selalu ada. Nah supaya tidak kontroversi, kita ajak empat lembaga ini ke lapangan,” kata dia. Adapun soal definisi sawah, Sofyan menyatakan tidak ada perbedaan pemahaman antara Kementerian ATR dan Kementan.

Syahrul Yasin Limpo mengatakan hal senada. Ia menjelaskan bahwa ketika sebuah lahan pertanaman padi ditanami komoditas lain, lahan tersebut tetap menjadi lahan baku sawah.

Terkait adanya dinamika di lapangan, Syahrul menggangap itu hal biasa. Sebab, menurut dia bisa saja ketika tengah dilakukan pencitraan satelit, lahan baku sawah sedang ditanami komoditas lain oleh petani sehingga dianggap bukan area pertanaman padi.

“Sekarang ini kan ada perbedaan karena kita menggunakan satelit yang banyak dengan resolusi yang tinggi. Disitu akhirnya terjadi bias. Sekarang kita sudah menyatu,” kata Syahrul.

Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu mengatakan, data luas lahan baku sawah yang sudah disepakati tidak akan dipersoalkan. Pemerintah fokus pada titik-titik yang besar kemungkinan mengalami deviasi luas.

“Kemajuan teknologi sudah cukup membantu. Insya Allah republik ini akan punya satu data,” katanya menambahkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *