Kelemahan Sistem Zonasi PPDB 2019

Pendidikan157 views

Inionline.id – Aturan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 ada yang berbeda dibanding tahun lalu. Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Regulasi ini mengatur tiga jalur proses PPDB. Yakni sistem zonasi, prestasi, dan perpindahan orang tua. Dari tiga sistem tersebut, zonasi masih menjadi kebijakan paling sensitif. Permasalahan seputar zonasi selalu muncul dalam setiap pelaksanaan PPDB tahun-tahun sebelumnya.

Seperti terjadi di wilayah Sleman. Sistem zonasi menyebabkan adanya calon siswa yang tak terakomodasi, sehingga tak bisa mendaftar di sekolah mana pun. Di sisi lain masih ada sekolah kekurangan siswa. Terutama sekolah dengan akses sosial minim. Seperti sekolah negeri di wilayah perbukitan Prambanan.

Kepala Dinas Pendidikan Sleman Sri Wantini mengatakan, sistem zonasi pada dasarnya untuk pemerataan pendidikan. Juga demi mendekatkan jarak sekolah dengan tempat tinggal siswa. Terkait hal tersebut Dinas Pendidikan Sleman membagi tiga zona PPDB SMP tahun ajaran 2019/2020.

Zona 1 meliputi wilayah desa. Zona 2 kecamatan. Sedangkan zona 3 tingkat kabupaten. “Zonasi itu yang menentukan dari sekolah, tapi kami juga melakukan verifikasi,” ujarnya.

Sistem zonasi tersebut berbeda dengan PPDB 2018/2019. Saat itu ada empat zona yang ditentukan berdasarkan kewilayahan. Yakni barat, timur, utara, dan tengah. Zonasi baru tersebut, jelas Wantini, berdasarkan hasil evaluasi PPDB tahun lalu.

Dikaitkan dengan Permendikbud 51/2018. “Setelah kami evaluasi (zonasi tahun lalu, Red) wilayahnya masih terkesan terlalu luas,” kata Wantini.

Dia menegaskan, secara prinsip sistem zonasi PPDB kali ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Hanya zonasi kali ini lebih bersifat mikro. Kendati demikian pola penambahan nilai tetap dipertahankan. Khususnya bagi calon siswa yang berdomisili dalam radius terdekat dengan sekolah tujuan.

Siswa yang berdomisili di zona 1 dengan sekolah tujuan akan mendapatkan nilai tambahan 30 poin. Sedangkan siswa dalam zona 2 mendapatkan tambahan 15 poin. Sementara siswa dalam zona 3 tidak mendapatkan nilai tambahan.

Penentuan sistem zonasi saat ini juga bertujuan meminimalisasi blank spot area. Namun, sistem zonasi tersebut tak dipungkiri tetap berpotensi menimbulkan permasalahan. Wantini tak menampik belum meratanya fasilitas pendidikan di wilayah Sleman. Ada di satu wilayah kecamatan yang memiliki lebih dari tiga sekolah negeri. Namun ada juga yang hanya punya satu sekolah negeri.

“Kalau acuannya jarak, bisa saja ada calon siswa yang tak bisa sekolah karena daya tampung terbatas. Itu jika dalam satu wilayah hanya ada satu atau dua sekolah,” paparnya.

Persoalan lain jika jarak rumah calon siswa yang berdomisili di desa di luar zonasi sekolah justru lebih dekat. Dibanding dengan calon siswa yang tinggal di desa yang sama (satu zonasi) dengan sekolah tujuan. Penambahan poin juga bisa menimbulkan permasalahan. Karena itu Wantini masih menunggu kebijalan lebih lanjut dalam penerapan sistem zonasi tersebut.

Detail penentuan garis zonasi akan dijelaskan dalam surat keputusan kepala dinas pendidikan. Demi kelancaran proses PPDB, sekaligus meminimalisasi potensi timbulnya masalah baru. “Kami juga akan berkoordinasi dengan daerah lain”, bebernya.

Wantini berharap pelaksanaan PPDB di seluruh kabupaten/kota bisa berlangsung serentak. Mengacu permendikbud No 51/2018, PPDB 2019/2020 dilaksanakan Mei mendatang.

Terpisah, Kepala Sekolah SMPN 4 Depok Lilik Mardiningsih mengaku belum mengetahui secara pasti penerapan sistem baru PPDB tahun ini. “Kami masih menunggu sosialisasi dari dinas,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *