Keterangan Ahli Kuatkan Argumentasi Pemerintah pada Sidang Ke-7

IniOnline.id – Ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah pada persidangan di Mahkamah Konstitusi (Perkara No. 13/PUU-XVI/2018), Senin (25/6/2018), yaitu Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.CL. (guru besar Hukum Tata Negara UNPAD) dan Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. (guru besar Hukum Internasional UI) telah menguatkan pandangan dan argumentasi Pemerintah dalam menjawab Pemohon yang mengatakan bahwa Pasal 2, 9 ayat (2), 10, dan 11 ayat (1) UU Perjanjian Internasional (UUPI) No. 24 Tahun 2000 bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UUD 1945.

Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. dalam keterangannya yang didengar oleh Majelis Hakim Konstitusi menginterpretasikan frasa “perjanjian internasional lainnya” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 adalah perjanjian internasional yang dibuat oleh negara dengan subjek hukum internasional selain negara. Berdasarkan interpretasi tersebut, beliau berpendapat bahwa batu uji yang digunakan oleh Pemohon dalam perkara a quo menjadi tidak tepat karena perjanjian yang dipersoalkan oleh Pemohon adalah perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara.

Sementara Ahli Prof. Bagir Manan, S.H., M.CL., menyampaikan pandangannya berkenaan dengan karakteristik UUPI dan dalil Pemohon terkait Pasal 9 ayat (2) UUPI. Beliau menegaskan bahwa UUPI merupakan UU dalam arti formal yang tidak mengikat umum. Artinya UU a quo tidak melahirkan hak dan/atau kewajiban bagi perorangan. Secara sederhana Prof. Bagir Manan menggunakan teori pengandaian/seandainya (as if) akan membuat, memasuki, atau turut serta dalam perjanjian internasional saja baru digunaka UU a quo, kalau tidak ada aktivitas maka UU a quo tidak digunakan. Lebih lanjut terkait dengan kewenangan untuk membuat Perjanjian Internasional, beliau dengan tegas mengatakan bahwa secara historis, konstitusional, maupun praktik, kekuasaan hubungan luar negeri secara asasi adalah “the original power” yang ada di tangan pemegang kekuasaan eksekutif c.q. kepala negara.

Pandangan dan keterangan yang disampaikan oleh kedua Ahli tersebut telah memberikan informasi yang cukup dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Pemerintah, Pemohon, dan Majelis Hakim Konstitusi. Dari seluruh penjelasan yang disampaikan oleh Ahli, Pemerintah mencatat pandangan yang dikemukakan oleh Ahli Prof. Hikmahanto Juwana yaitu “pelibatan masyarakat dalam keikutsertaan Indonesia dalam suatu perjanjian internasional perlu diatur dan pengaturan bisa dilakukan saat UU Perjanjian Internasional diamandemen”.

Kuasa Presiden yang hadir pada persidangan yaitu Dr. (iur) Damos Dumoli Agusman, S.H., M.A. (Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional), Sulaiman Syarif (Sesditjen HPI), Okto Dorinus Manik (Kabiro AHKP), Sabda Guruh L. Samudera (Kasubdit), Ninik Hariwanti (Direktur Litigasi Kemenkum HAM), Purwoko (Kemenkum HAM), serta anggota Tim Advokasi Kementerian Luar Negeri.(kemlu/na)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *