Banyak Penyelenggaraan Negara Yang Menjadi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

IniOnline.id – Banyak penyelenggara negara yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi, menyembunyikan harta hasil korupsinya dengan cara mengatasnamakan kepada pihak lain. Adakalanya, pihak lain itu adalah istri, anak, atau keluarga terdekat. Fakta ini menjadikan peran Dharma Wanita menjadi sangat penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

Hal ini disampaikan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah di hadapan pengurus Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemenag, 34 Ketua DWP Kanwil Kemenag Se-Indonesia, dan lebih dari 50 Ketua DWP Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN). Mereka hadir di Jakarta untuk mengikuti pembinaan DWP Kementerian Agama Tahun 2018.

“Ini banyak terjadi di beberapa kasus yang ditangani KPK. Di luar negeri pun fenomena ini banyak terjadi,” terang Febri, Selasa (30/01).

Menurut Febri Diansyah, di Indonesia selama tahun 2017, aset yang dapat diselamatkan dari pencegahan atas tindak pidana korupsi mencapai Rp2,67 triliun. Ini menunjukkan bahwa pencegahan memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam menyelamatkan aset negara.

Tak hanya tindakan pencegahan korupsi, saat ini, menurut Febri juga terdapat perubahan kesadaran terkait pelaporan gratifikasi. Di tahun 2017, nilai yang dilaporkan terkait gratifikasi mencapai angka Rp4,4 miliar untuk pelaporan gratifikasi bentuk uang, dan Rp109 miliar pelaporan gratifikasi bentuk barang.

“Salah satu contoh teladan itu, saya hanya dapat menyampaikan bahwa di Kementerian Agama sendiri ada pelaporan gratifikasi dengan nilai fantastis dalam bentuk barang. Artinya, di sini kesadaran untuk pelaporan gratifikasi tersebut telah tumbuh dengan sangat baik,” tutur Kepala Biro Humas KPK ini.

Berbicara gratifikasi, Febri pun menuturkan salah satu prinsip pencegahan yang mudah dilihat dan diukur. “Sederhana saja, saat kita menerima sesuatu kita harus berpikir ‘bila saya adalah orang yang duduk di pinggir jalan, apakah barang ini akan diberikan kepada saya?’. Meskipun mungkin yang memberikan tidak meminta apa-apa,” tutur Febri.

Febri pun mencontohkan ada salah seorang menteri pada kabinet Jokowi yang telah melaporkan gratifikasi berupa perhiasan berlian senilai lebih dari empat miliar rupiah. Dalam proses pelaporan, KPK sempat melontarkan candaan kepada menteri tersebut, apakah istri dari sang menteri telah melihat perhiasan tersebut. “Jawaban menteri saat itu, ‘andaikan istri saya pun telah melihat, dia pasti juga tidak akan mau memakai perhiasan itu’,” cerita Febri.

Kesadaran-kesadaran semacam ini, menurut Febri penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Seseorang perlu memiliki kesadaran dan kontrol terhadap kewajaran penerimaan penghasilan. Bila ada penerimaan yang diluar kewajaran, maka perlu dipertanyakan. Ini peran yang perlu dilakukan oleh istri aparatur sipil negara yang tergabung dalam Dharma Wanita.

“Ibu silakan memilih, ingin menjadi istri yang dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi atau sebaliknya,” tutur Febri.

Dalam beberapa tahun terakhir ini menurut pembina DWP Kemenag Trisna Willy Lukman, DWP Kemenag banyak berkolaborasi dengan KPK dalam gerakan pencegahan korupsi, Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK). “SPAK ini salah satu gerakan yang cukup sukses dilakukan oleh DWP Kemenag. Karena gerakan ini telah dilakukan cukup masif, bahkan hingga tingkat satker paling bawah seperti madrasah-madrasah,” tutur Trisna, Senin (29/01).

Materi tentang pencegahan tindak pidana korupsi yang disampaikan Febri Diansyah, merupakan salah satu materi isu kekinian yang diangkat dalam pembinaan DWP Kemenag RI yang diselenggarakan pada tanggal 29 – 31 Januari 2018.

Sebelumnya, para kader DWP Kemenag RI juga mendapatkan materi tentang Pencegahan Narkoba yang disampaikan Direktur Advokasi Masyarakat Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Yunis Farida Oktoris, serta materi tentang Pencegahan pornografi dan LGBT dari Psikolog pada Rumah Parenting Bintaro Tanti Diniyanti. (kemenag/na)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *