Purwokerto – inionline.id — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan orasi agama dan budaya di IAIN Purwokerto, Jumat (10/02). Di hadapan insan kampus dan civitas akademika, Menag menyoroti fenomena klaim kebenaran (truth claim) yang belakangan meningkat intensitasnya.
Dalam orasi tanpa teks, Menag mengingatkan umat Islam untuk tidak mudah terjebak truth-claim. Menurutnya, truth-claim dapat menutup pintu pada keterbukaan dan kebinekaan. Padahal, tidak ada seorangpun yang dapat menembus pemahaman agama secara sempurna karena keterbatasan akal manusia.
Menag menilai sangat logis kalau manusia berbeda-beda dalam agama. Sebab, kebenaran tafsir atas wahyu adalah relatif. Para mufassir adalah culturalbroker yang menjembatani yang tidak terbatas’ dengan ‘yang terbatas’. Sejurus dengan itu, Menag mengingatkan insan kampus agar tidak bermimpi bahwa semua manusia satu dan sama dalam agama karena hal ini bertentangan dengan Sunnatullah.
Dikatakan Menag, Indonesia adalah bangsa yang bukan saja diberkahi kesuburan tanah dan penduduknya, tetapi juga diberkahi kesuburan agama dan keyakinan. Selama ribuan tahun, Nusantara sudah terbiasa dengan kehidupan beraneka agama yang saling harmoni. Maka, tidak heran jika kearifan-kearifan lokal yang sangat luhur, berakar dari nilai-nilai agama.
Namun demikian, lanjut Menag, Indonesia bukanlah negara agama, dan bukan juga negara sekuler. Agama di Indonesia menempati posisi penting sehingga memperoleh ruang tumbuh seluas-luasnya.
Selain memberikan orasi agama dan budaya, dalam kesempatan itu Menag juga meresmikan gedung perpustakaan IAIN Purwokerto. Gedung megah berlantai 5 tersebut dibangun dengan sumber dana dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dilengkapi dengan sejumlah fasilitas memadai diantaranya sistem Bookless Library System yang bisa diakses mahasiswa dan masyarakat.
Usai menandatangani prasasti peresmian dan pengguntingan pita, Menag meninjau sekaligus mencoba aplikasi yang telah dikembangkan. Menag berharap agar gedung baru tersebut dapat dioptimalkan manfaatnya untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam membaca masa depan. Menurutnya, tantangan dan sistem nilai terus berubah, sehingga ketajaman merespons harus lebih jeli agar tidak memfosil. (die/Kemenag)