Jakarta – Selama ini bahaya rokok selalu dianggap berasal dari paparan asap secara langsung. Namun, spesialis paru dan pernapasan mengatakan paparan asap rokok yang terkena perabotan rumah sama bahayanya dengan paparan secara langsung.
“Tidak hanya lewat cara primer dan sekunder, barang di rumah seperti sofa atau karpet yang kena asap rokok bisa juga menyebabkan berbagai penyakit,” ujar Agus Dwi Susanto, ketua divisi paru kerja dan lingkungan RSUP Persahabatan saat ditemui CNNIndonesia.com, di Jakarta.
Menurut Agus, residu nikotin dan bahan kimia yang tertinggal pada permukaan berbagai barang dari paparan asap rokok tersebut dinamakan thirdhand smoke. Kondisi ini yang jarang disadari para perokok aktif dan lingkungan di sekitarnya.
Ia menjelaskan, udara yang dihirup dari benda terpapar asap rokok dapat membuat seseorang terkena penyakit dengan risiko sama seperti terkena paparan langsung. Residu yang terus terhirup akan mengendap dan memicu timbulnya berbagai penyakit.
“Paling ringan ya batuk-batuk, asma. Tapi kalau terus menghirup secara kontinu bukan tidak mungkin bisa terkena kanker paru-paru,” ujar Agus.
Residu serta zat berbahaya dari rokok yang menempel pada barang, disebut Agus, dapat bertahan hingga beberapa bulan. Agus mengatakan pembersihan biasa dengan mencuci tidak akan menghilangkan sisa residu yang menempel.
Meskipun perokok telah menjaga jarak dengan tidak merokok di dalam ruangan, residu dari asap rokok tetap dapat menempel pada berbagai barang di sekitarnya.
“Kalau di baju mungkin bisa hilang. Tapi bersihin sisa nikotin itu susah sekali loh. Jadi lebih baik tidak usah merokok sekalian,” ujar Agus.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan laporan baru-baru ini yang menyatakan bahwa satu dari tiga manusia akan meninggal akibat penyakit yang disebabkan rokok pada 2030.
Hasil penelitian WHO bekerja sama dengan US National Cancer Institute tersebut juga menyatakan selama 2013-2014 biaya yang dikeluarkan akibat membakar tembakau itu diperkirakan mencapai US$269 miliar.
“Rokok bertanggung jawab akan sekitar lebih dari US$1 trilun biaya pengobatan kesehatan dan kehilangan produktivitas setiap tahunnya,” kata penelitian yang melibatkan lebih dari 70 pakar ilmiah itu. (Ald/CNN)