Kejaksaan Tetapkan Delapan Tersangka Baru Kasus Korupsi PT Pos

JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka baru kasus dugaan penyalahgunaan keuangan biaya pengiriman Kartu Perlindungan Sosial (KPS) PT. Pos Indonesia, 2013.
“Penetapan delapan tersangka ini, pengembangan dari kasus KPS sebelumnya yang tersangkanya telah dilimpah ke Pengadilan Tipikor Bandung,” kata Kapuspenkum Muhammad Rum, di Kejaksaan Agung, Selasa (10/1).
Tersangka baru tersebut a adalah YN, AYS, A , SZ, MHP, AM, K dan JAN. Mereka umumnya, adalah pegawai kantor PT Pos Indonesia. Mereka dijerat UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001. Dengan ancaman hukuman selama 20 tahun.
Menurut Rum, tim penyidik terus menindaklanjuti dengan memeriksa saksi dan terus mengumpkan bahan keterangan lain, guna pemberkasan delapan tersangka.
Di antara saksi yang diperiksa adalah Iri Sapria selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sekretariat Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kementerian Sosial (Kemensos), Markus C. Doso Nugroho (Deputi Kepala Sistem Pengawasan Intern Bimbingan Pengawasan Keuangan PT. POS Indonesia wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur).
Dalam keterangan kepada penyidik Iri Sapria menerangkan 2013 ada penggunaan PT.Pos Indonesia untuk mencetak kartu perlindungan sosial (KPS) dan pendistribusiannya kepada masyarakat yang tidak mampu.
Faktanya ditemukan adanya pemotongan biaya distribusi. Keterangan tersebut dibenarkan saksi Markus C. Doso Nugroho. “Jadi, dalam praktiknya ditemukan adanya penyalahgunaan keuangan berupa pemotongan biaya distribusi KPS yang kemudian disetorkan kepada Pimpinan Area Operasi VI Semarang dan Area Oparasi VII Surabaya,” kata Rum.
Kerugian negara dalam kasus KPS PT Pos Indonesia ini diperkirakan mencapai Rp2,4 miliar. Sebelum ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka, yakni Zulkifli Assagaf bin Salim (mantan Senior Vice President PT Pos), Arjuna (karyawan BUMN) dan Pamungkas Tedjo Asmoro. Berkas ketiganya telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung untuk disidangkan.
TELEPON SELULER
Kasus bermula dari munculnya Surat Izin Tambahan Biaya Pendistribusian KPS dari 10 wilayah area kantor pos sebesar Rp21,7 miliar. Surat ini ternyata tanpa adanya detail/rincian kekurangan biaya dimaksud dari UPT yang direkapitulasi oleh kepala area operasi.
Surat ditandatangani Zulkifli Assagaf selaku Ketua II Satgas KPS Pusat. Selanjutnya kepala area operasi menyikapi dengan mengeluarkan surat keputusan tentang izin tambahan biaya operasional pendistribusian kepada masing-masing UPT.
Atas dasar surat izin itulah, kepala UPT mengeluarkan kas perusahaan dengan alasan untuk pembayaran honor petugas pengantar KPS dan sewa kendaraan berdasarkan format yang dipresentasikan Tedjo ketika pertemuan di Hotel Bilique, Lembang.
Kenyataannya sebagian dana itu digunakan antara lain untuk membeli telepon seluler dan diserahkan kepada pimpinan area operasi. Sebagai bukti pertanggungjawaban dana, kepala UPT terpaksa membuat bukti dengan kuitansi palsu atau kuitansi pembayaran yang di-mark up.

Sumber : http://poskotanews.com/2017/01/10/korupsi-di-pt-pos-kejaksaan-tetapkan-delapan-tersangka-baru/