Pemerintah Indonesia diam-diam merilis Keppres yang mengatasi sekitar 14 ribu pengungsi dan pencari suaka yang sebelumnya disoroti oleh UU.
Langkah tersebut dianggap menjanjikan meskipun belum lengkap, langkah pertama bagi Indonesia yang tidak menandatangani Konvensi PBB tahun 1951 terkait Status Pengungsi.
“Keppres itu masih berisi kekosongan hukum terkait pengungsi dan pencari suaka di Indonesia,” kata Febi Yonesta Ketua SUAKA, Jaringan Masyarakat Madani Indonesia untuk Perlindungan Hak Pengungsi.
“Tentu dampaknya tergantung kepada eksekusinya di tingkat lokal,” kata Yonesta. Ia mengatakan Keppres Presiden Jokowi yang dirilis akhir bulan lalu itu sudah digarap sejak 2010 di bawah pemerintahan Presiden Yudhoyono, namun terhambat oleh sejumlah kementrian dan lembaga terkait (Luar Negeri, Imigrasi, Kepolisian, UU, Keamanan, Kesehatan).
Keppres itu menjadi pembahasan global ketika pemerintah-pemerintah seperti Australia, Amerika dan sebagian besar Eropa Barat memperketat perbatasan mereka bagi pengungsi dan pencari suaka. (ald/VOA)