Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan langkah-langkah baru demi “mengamankan Amerika Serikat terhadap ancaman teroris Islam radikal dari luar”.
Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang antara lain melarang kehadiran pengungsi Suriah ke AS hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.
Dia juga memutuskan untuk membatasi jumlah pengungsi sebesar 50.000 jiwa – kurang dari separoh seperti jika dibandingkan keputusan Presiden AS sebelumnya, Barack Obama.
Dalam wawancara TV yang disiarkan Jumat waktu setempat, Presiden Trump akan memberikan prioritas kepada warga Suriah beragama Kristen yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan status pengungsi di masa depan.
Trump menandatangani perintah eksekutif di Kantor Kementerian Pertahanan AS alias Pentagon, setelah dirinya melantik Menteri Pertahanan AS yang baru, Jenderal James Mattis.
‘Ancaman teroris Islam radikal’
Dalam upacara tersebut, Trump mengatakan: “Saya membangun langkah-langkah pemeriksaan baru untuk menjaga AS atas ancaman teroris Islam radikal dari luar. Kami hanya ingin memasukkan orang-orang ke dalam negara kita yang akan mendukung negara kita dan mencintai warganya…”
Naskah perintah eksekutif ini dirilis beberapa jam setelah ditandatangani oleh Trump. Berikut beberapa isi dari naskah tersebut:
Menghentikan sementara program penerimaan pengungsi selama 120 hari.
Melarang menerima pengungsi dari Suriah hingga ada “perubahan penting” yang akan dibuat pemerintah.
Menghentikan sementara selama 90 hari kedatangan orang-orang dari Irak, Suriah, dan negara-negara yang dianggap “menjadi perhatian khusus”.
Memprioritaskan pengajuan status pengungsi dengan latar belakang penganiayaan agama, utamanya orang-orang yang menganut agama minoritas di negara asalnya.
Membatasi jumlah pengungsi sebesar 50.000 pada tahun 2017 – kurang dari setengah seperti yang digariskan Barack Obama, Presiden AS sebelumnya.
Namun demikian, naskah baru itu tidak mencantumkan rencana pembentukan “zona aman” di Suriah, seperti yang terlihat dalam draf awal.
Dikritik oleh Malala dan Zuckerburg
Dalam perintah eksekutif itu, semua program terkait pengungsi atau migran harus mencakup pertanyaan tentang “seberapa besar kehadiran mereka berkontribusi positif terhadap masyarakat AS.”
Presiden Trump juga menandatangani perintah eksekutif yang bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana militer AS dengan “mengembangkan rencana untuk pembuatan pesawat baru, kapal baru, sumber daya baru, serta alat-alat baru”.
Bagaimanapun, perintah eksekutif yang telah ditandatangani oleh Presiden Trump, mendapat kritikan tajam dari para politisi Partai Demokrat.
Senator dari Partai Demokrat, Kamala Harris menulis bahwa perintah eksekutif – yang ditandatangani bertepatan dengan Holocaust Memorial Day – sebagai larangan kehadiran umat Islam untuk tinggal di AS. “Jangan membuat kesalahan – ini adalah larangan bagi umat Muslim,” tulisnya.
Selama ini, “Kami telah membuka pintu bagi orang-orang yang melarikan diri dari praktik kekerasan dan penindasan selama puluhan tahun,”
“Selama Holocaust, kita gagal membiarkan pengungsi seperti Anne Frank untuk menyelamatkan diri ke negara kita. Kita tidak bisa membiarkan sejarah terulang,” katanya.
Malala Yousafzai, perempuan muda peraih Nobel Perdamaian, menulis bahwa dirinya “amat sedih”.
“Hari ini Presiden Trump telah menutup pintu bagi anak-anak, ibu-ibu dan para ayah yang melarikan diri dari kekerasan dan perang,” katanya.
Kenyataan ini, menurutnya, berbeda dengan sejarah AS yang dengan bangga menyambut para pengungsi dan imigran. “Yaitu orang-orang yang membantu membangun negara Anda, siap bekerja keras demi keadilan dan kehidupan baru,” tambahnya.
Pendiri Facebook Mark Zuckerburg juga mengatakan dirinya “memprihatinkan” isi perintah eksekutif presiden tersebut. Dia menulis bahwa dirinya, seperti kebanyakan orang Amerika, adalah keturunan imigran. (Die/BBC)