Jakarta – inionline.id – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan, saat ini kementerian yang dipimpinnya sedang mempertimbangkan kebijakan moratorium izin biro perjalanan umrah baru. Menurutnya, jumlah biro umrah yang ada saat ini sudah mencapai 650 lembaga dan itu terbilang moderat.
Namun demikian, Menag mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih terus berkonsentrasi dalam pengetatan pengawasan biro umrah. Ini dilakukan agar kasus penipuan travel umrah tidak terus terulang karena sangat merugikan jemaah.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengawasi biro perjalanan haji melalui Sistem Informasi Manajemen dan Pelaporan Umrah (SIMPU). Yaitu, sistem aplikasi yang menghubungkan Kemenag, Kanwil, biro, provider visa, dan Kedubes Arab Saudi.
Melalui SIMPU, kata Menag, Kemenag bisa mengetahui jumlah dan identitas jamaah, kejelasan hotel, muasasah, rute terbang maskapai, dan hal lain yang dilakukan biro resmi. Dengan demikian, informasi dari semua pemangku kepentingan bisa berjalan secara onlinedan terus diperbarui.
“Dengan menggunakan sistem ini, akan terlihat mana biro perjalanan umrah yang punya akuntabilitas dan disiplin. Sebab, semua informasi pelayanan umrah harus disampaikan di sana,” ujar Menag saat mempresentasikan perkembangan perjalanan ibadah umrah tahun 2016 di kantornya, Jakarta, Selasa (20/12).
Selain SIMPU, Kemenag juga memiliki aplikasi Umrah Cerdas berbasis Android. Melalui aplikasi ini, masyarakat diharapkan mendapatkan kemudahan dalam mengakses segala informasi terkait perjalanan umrah. Selain fitur informasi penerbangan, kegiatan umrah, doa manasik, regulasi, informasi kesehatan bagi jamaah, aplikasi Umrah Cerdas menyajikan fitur aduan kendala dan persoalan yang dihadapi jamaah.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil mengatakan bahwa tren pembentukan biro perjalanan umrah baru terbilang tinggi. Jika niat penyelenggara biro baru ini tidak sungguh-sungguh dalam membina jemaah, dikhawatirkan yang terjadi justru pengelolaan yang tidak profesional sehingga merugikan jamaah.
Karenanya, Abdul Djamil menilai kalau moratorium izin biro perjalanan umrah memang perlu dilakukan. “Moratorium ini diperlukan dan baru akan dilakukan. Karena urgensi itu memang dirasakan,” kata Djamil.
Jika memang diberlakukan, Djamil memastikan kebijakan moratorium tidak dalam rangka menghambat persaingan usaha biro umrah. “Era sekarang adalah terbuka. Informasi dari mulut ke mulut akan kinerja biro juga membuat masyarakat tahu. Akreditasi biro perjalanan umrah juga dilakukan tiga tahun sekali saat perpanjangan izin biro dilakukan dan kinerja biro dievaluasi,” ujarnya.
7 Biro Disanksi
Sepanjang 2016, Kementerian Agama telah memberikan sanksi kepada tujuh penyelenggara umrah. Bahkan, penyelenggara umrah yang tidak berizin, langsung ditangani oleh pihak Bareskrim Polri.
Ketujuh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) itu yang telah dikenakan sanksi adalah sebagai berikut:
1. PT Hikmah Sakti Perdana, dengan sanksi berupa pencabutan izin operasional, disebabkan gagal memberangkatkan calon jemaah
2. PT Timur Sarana Tour and Travel, izin operasional dicabut, karena gagal memberangkatkan
3. PT Diva Sakinah, izin operasional dicabut, karena gagal memberangkatkan
4. PT Faliyatika Cholis Utama, izin operasional tidak diperpanjang, karena sampai batas waktu habis belum mengajukan permohonan perpanjangan izin
5. PT Sandhora Wahana WIsata, izin operasional tidak diperpanjag, karena sampai batas waktu habis belum mengajukan permohonan perpanjangan izin
6. PT Maulana Tour and Travel, izin operasional tidak diperpanjang, karena sampai batas waktu habis belum mengajukan permohonan perpanjangan izin
7. PT Nurmadania Nusha Wisata, izin operasional tidak diperpanjang, karena sampai batas waktu habis belum mengajukan permohonan perpanjangan izin
Sebagai langkah antisipasi agar kasus penyelenggara umrah nakal tak terulang lagi, maka Kemenag menandatangani nota kesepakatan dengan Bareskrim Polri terkait penegakan hukum, juga membentuk Tim Khusus Penegakan Hukum penyelesaian kasus PPIU. (Die/Kemenag)