Jakarta – inionline.id – Namanya M. Ihtirozun Niam. Penerima beasiswa pada Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama ini berhasil menciptakan alat penentu arah kiblat dan mata angin.
Berawal dari keprihatinanya terhadap perkembangan kajian Ilmu Falak yang minim praktik, sarjana lulusan UIN Walisongo Semarang ini melakukan observasi hingga berhasil menciptakan alat yang disebut dengan I-zun Dial.
“Pengembangan ilmu falak harus dibarengi praktek atau observasi. Sedangkan untuk praktek atau observasi ada banyak alat yang dibutuhkan. Alat ini diharapkan useable (mudah digunakan) dan representatif untuk keperluan praktek dalam implementasi dan pengembanga ilmu falak,” terang pria yang akrah disapa Izun ini di Semarang, Kamis (22/12).
Nama I-zun Dial, menurutnya terinspirasi dari instrumen astronomi yang banyak berkembang di dunia barat masa lalu. Dalam dunia astronomi, dikenal alat bernama Sun Dial yang biasa digunakan untuk penunjuk waktu atau jam dengan memanfaatkan sinar Matahari.
“Hanya saja, alat ini hanya didesain dan dipakai untuk penentuan waktu, tidak untuk menentuan arah kiblat apalagi untuk rukyah,” ujarnya.
“I-zun Dial muncul dengan fungsi-fungsi lainnya, selain juga bisa untuk menunjukan waktu,” tambahnya.
Izun menambahkan, alat yang diciptakannya ini didesign sebagai alat multifungsi. Selain penunjuk waktu, I-zun Dial berfungsi untuk menentukan arah mata angin sejati dan arah kiblat. I-zun Dial juga bisa berfungsi untuk melokalisir objek rukyah sehingga akan memudahkan para petugas rukyah.
Fungsi lainnya dari alat ini adalah menentukan lintang tempat (ardu al-balad), bujur tempat (thul al-balad), deklinasi matahari (mail as-syams), dan equation of time (tadil al-waqt). “Fungsi penentuan nilai deklinasi matahari dan fungsi penentuan titik koordinat suatu tempat dari I-Zun Dial saat ini tengah dijadikan objek kajian untuk penelitian skripsi mahasisiwa UIN Walisongo dan STAIN Pekalongan,” tutur Izun yang tengah sibuk mempersiapkan penerjemahan buku panduan I-Zun Dial ke Bahasa Arab.
Agar lebih mudah digunakan, santri yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di UIN Walisongo ini juga telah membuatkan program perhitungan agar orang awam pun bisa menggunakan. “Cukup menekan dua sampai tiga tombol di keyboardnya, tanpa harus tahu lebih detail rumusnya,” ujarnya.
Di samping itu, Izun juga telah menyediakan buku untuk membongkar algoritma perhitungannya sebagai referensi atau bahan kajian bagi para akademisi yang ingin mengkaji lebih dalam.
Sejak tahun 2005, Kementerian Agama telah membuka Program Beasiswa Santri Berprestasi. Hingga kini, sedikitnya lebih dari 3800 santri yang telah mendapatkan akses untuk belajar di perguruan tinggi ternama di Indonesia, mulai dari UIN, ITB, UGM, UNAIR, ITS, dan perguruan tinggi lainnya.
Selain Izun, banyak santri lainnya yang saat ini sudah berkiprah sebagai profesional pada bidangnya masing-masing. Tidak sedikit yang meneruskan kuliah di luar negeri, baik Eropa maupun Asia. Banyak juga yang berkomitmen untuk berbagi ilmu dan pengalamannya di tempat asal pendidikannya, yaitu pondok pesantren. (Aldi/Kemmenag)