Jakarta – Dalam persidangan lanjutan vaksin palsu di PN Bekasi Kota, keterangan ahli BPOM menyatakan kandungan 10 ppm merkuri dalam vaksin sangat berbahaya. Meskipun merkuri yang digunakan tersebut adalah sejenis pengawet, namun harus sesuai ambang batasnya.
Sebagaimana diketahui dari persidangan yang lalu terungkap hasil uji laboratorium bahwa kandungan vaksin palsu jenis Tripacel mengandung zat logam merkuri. Bahkan, jumlahnya teridentifikasi hingga 10 part per milion (ppm). Dalam pembuatan vaksin bagi imunitas bayi dan balita sejatinya menggunakan kandungan merkuri sebagai pengawet. Namun, merkuri yang digunakan adalan sejenis ethyl merkuri atau tiomersal atau yang dikenal sebagai garam merkuri.
“Terhadap Kusmiati selaku apoteker dan ahli, saya ingin tahu kandungan merkuri seandainya ada di dalam tripacel, saya ingin ketegasannya apabila 10 ppm itu masuk dalam itu dampaknya bagaimana,” ujar Jaksa Penuntut Umum Andi Adikawira dalam persidangan di PN Bekasi Kota Jalan Pramuka, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Kamis (12/22/2016).
“Untuk pengawet saja tidak boleh melebihi batas, lebih dari itu kualitas vaksin tidak akan memenuhi standar. Sedangkan logam merkuri untuk kosmetik saja berbahaya apalagi untum vaksin,” jawab Kepala Pengujian Laboratorium BPOM, Kusmiyati
Lebih lanjut Andi mengatakan dari keterangan ahli dari BPOM di sini, ada kemungkinan vaksin tercemar zat logam merkuri dari proses produksi. Sebab, proses produksi tersebut tidak memenuhi standar.
“Mereka memproduksi di rumah, vaksim dicampur dengan aquades, bisa saja campuran aquadesnya tercemar sehingga vaksin pun memiliki kandungan logam merkuri,” lanjut Andi.
Sementara Kepala Bidang Pengawasan Mutu Produksi BPOM, Nani Handayani menyampaikan dalam proses pembuatan vaksin, untuk menjaga mutu keawetan vaksin biasanya industri farmasi menggunakan bahan tiomersal atau etil merkuri agar kualitas tahan lama. Namun, pembubuhan ethyl merkuri ini memiliki ambang batas 0,01 persen.
“Pembubuhan garam merkuri ini ditambahkan dalam proses formulasi vaksin, namun tidak boleh melebihi ambang batas yang sudah diatur,” papar Nani.
Nani mengatakan dalam pembuatan vaksin harus steril, bahkan sampai pada komposisi penggunaan air. Industri farmasi dijelaskannya harus memiliki standar Cara Pembuatan Obat yang Benar (CPOB) baik dari personel, sistem, komposisi hingga tempat pembuatan vaksin.
“Komposisi yang digunakan bila sesuai dengan CPOB harus memiliki risiko minim tercemar zat lain dan mikroba,” tukas Nani.