LSP ITS Mengembangkan Skema Uji Kompetensi Pendidikan Vokasi

Pendidikan057 views

Inionline.id – Lembaga Sertifikasi Profesi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan skema uji kompetensi bagi lulusan pendidikan vokasi agar sesuai permintaan industri. Skema ini menjadi referensi, alat ukur atau alat uji bagi peserta didik pendidikan vokasi untuk dilakukan asesmen.

“Sehingga ketika lulus mereka memiliki sertifikat kompetensi, yaitu pengakuan telah berkompetensi,” ujar Quality Management Representative LSP ITS, Hendro Nurhadi, di Surabaya, Selasa, 3 November 2020.

Ada tiga jenis skema uji kompetensi di LSP ITS, yakni jenis klaster, okupasi, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Namun, kata dia, dari ketiganya yang paling dikehendaki oleh industri adalah uji kompetensi jenis KKNI karena banyak berbicara keahlian.

Pada 2020 ITS mengembangkan skema hibah yang diterima dari Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dit. Mitras DUDI) di bawah Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud. Meliputi, program pengembangan skema, program menambahkan dokumen uji kompetensi yang difokuskan kepada bidang prioritas konstruksi.

Di LSP ITS, pihaknya memberikan uji kompetensi sehingga lulusan mendapatkan sertifikasi, baik di KKNI level 4 untuk jenjang pendidikan D3 ataupun KKNI level 5 dan 6 untuk jenjang D4.

“Tugas kami mengembangkan skema dengan jumlah usulan sebanyak 17 skema. Namun, seiring berjalannya waktu, kebutuhan skema itu bertambah menjadi 18, 19 hingga akhirnya muncul usulan skema menjadi 20 untuk bidang konstruksi,” ujarnya.

Selain program Kemendikbud, LSP ITS juga mengembangkan skema secara mandiri untuk bidang prioritas yang lain, misalnya permesinan. LSP ITS, lanjut dia, bisa mengusulkan lebih dari 30 skema baru dari tiga skema yang sudah ada.

Pihaknya mengakui banyak mengalami kendala dalam menyusun skema tersebut. Penyusunan skema ini skala nasional, walaupun yang membuat ITS, tetapi dibuat dengan kolaboratif dan bersinergi dengan mitra industri bersama mitra perguruan tinggi vokasi yang lain.

Kendalanya adalah skema yang dikembangkan memang dapat diterima oleh industri dan bisa dieksekusi semua perguruan tinggi vokasi di Indonesia. Akan tetapi, telah disampaikan ini adalah produk skema pertama yang dikembangkan sehingga akan jauh dari sempurna.

“Kami berharap seiring dengan waktu akan ada penyesuaian beriring dengan teknologi di bidang konstruksi,” katanya.

Meski begitu, ia bersyukur karena sejak awal BNSP telah digandeng sehingga skema yang sudah dijadikan draf bersama mitra lain bisa langsung terverifikasi dan ujungnya mendapat lisensi.

“Dengan skema tersebut kami berharap lulusan pendidikan vokasi akan lebih sinkron dengan kebutuhan industri saat ini. Dengan tantangan zaman yang ada saat ini,” tuturnya.