Instruksi Mendagri Dinilai Berpotensi Menjadi Alat Politik Lengserkan Kepala Daerah

Politik057 views

Inionline.id – Pengamat dari Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menilai, instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakkan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19, berpotensi menjadi alat politik memakzulkan kepala daerah. Instruksi tersebut mengatur bahwa kepala daerah bisa dicopot jika tidak menerapkan protokol kesehatan.

“Sekalipun instruksi ini sifatnya peringatan, tetapi itu secara politik dapat menimbulkan sebab dan faktor terjadi kericuhan di politik lokal. Kenapa? Politisi lokal bisa saja instruksi itu digunakan untuk evaluasi kinerja kepala daerah, mereka rapat pertanggungjawaban (interpelasi) kepala daerah,” ujar Ray dalam diskusi, Sabtu (21/11).

“Jadi bisa berimplikasi politisi daerah lakukan gerakan politik memakzulkan kepala daerah,” imbuhnya.

Ray juga menambahkan, instruksi yang diterbitkan Mendagri Tito Karnavian itu juga menunjukan indikasi bahwa pemerintah pusat ingin sentralisasi kebijakan pemerintah daerah. Bahkan, imbuhnya, langkah sentralisasi sudah terlihat melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

Atas analisa itu, Ray meyakini, instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 secara kontekstual memiliki implikasi besar, meski secara tekstual aturan tersebut wajar

“Intinya presiden, pemerintah pusat, memiliki jalur tertentu melakukan evaluasi, memakzulkan kepala daerah dengan modifikasi. Oleh karena itu, instruksi Mendagri secara teks enggak masalah,” imbuhnya.

Instruksi Mendagri

Diketahui, Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19. Dalam instruksinya, Mendagri juga mengingatkan sanksi bagi kepala daerah yang mengabaikan kewajibannya sebagai kepala daerah.

Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Safrizal, Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Jokowi pada rapat terbatas kabinet Senin, 16 November 2020 lalu di Istana Merdeka Jakarta.

Seperti diketahui dalam rapat kabinet itu, kepala negara menegaskan tentang pentingnya konsistensi kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat.

“Seperti diketahui pandemi Covid-19 ini merupakan bencana nonalam yang bersifat global dan nasional sehingga untuk dapat mengendalikan pandemi dan dampak sosial, ekonomi, di mana selama lebih kurang 8 bulan Pemerintah Pusat, 34 Pemerintah Provinsi, 315 Pemerintah Daerah Kabupaten, 93 Pemerintah Daerah Kota serta seluruh elemen nonpemerintah dan masyarakat telah bersama-sama bekerja keras mengatasi persoalan bangsa ini,” kata Safrizal di Jakarta, Rabu (18/11/2020).

Untuk menangani Covid-19 dan dampaknya, kata Safrizal, Pemerintah Pusat dan daerah pun telah mengeluarkan sejumlah peraturan, baik itu berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Kepala Daerah.

Berbagai langkah juga telah dilakukan secara sistematis dan masif dengan mengeluarkan biaya yang besar, termasuk dari pajak rakyat, di antaranya upaya sosialisasi memakai masker, pengaturan jaga jarak, penyediaan sarana cuci tangan dan upaya untuk mencegah terjadinya kerumunan.

“Demikian juga telah dilakukan upaya meningkatkan kapasitas 3T (Testing, Tracing, dan Treatment),” katanya.

Tidak hanya itu, sambung Safrizal, beberapa daerah juga telah menetapkan strategi, di antaranya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mencakup pencegahan terjadinya kerumunan berskala besar.

Menurutnya, dalam instruksi itu Mendagri mengingatkan para kepala daerah untuk menghargai kerja keras dan dedikasi bahkan nyawa para pejuang yang telah gugur terutama tenaga dokter, perawat, tenaga medis lainnya, anggota Polri, TNI dan relawan serta berbagai elemen masyarakat yang telah bekerja keras menanggulangi Covid-19.

“Maka dalam rangka meningkatkan pengendalian penyebaran Covid-19 dan dalam rangka tindak lanjut arahan Bapak Presiden, Mendagri merasa perlu mengeluarkan instruksi untuk para kepala daerah,” ujarnya.

Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 ini, kata Safrizal, tentunya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-6 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda.