Ultimatum 3 Hari untuk Perdana Menteri Thailand Mengundurkan Diri

Internasional057 views

Inionline.id – Para demonstran memberikan ultimatum waktu tiga hari agar Perdana Menteri (PM) Thailand, Prayuth Chan-o-Cha mengundurkan diri. Mereka menilai rencana pencabutan dekrit darurat di Thailand belum cukup.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (22/10/2020), PM Prayuth mengungkapkan rencana mencabut dekrit darurat itu dalam pidato yang ditayangkan televisi setempat pada Rabu (21/10) waktu setempat. Dekrit darurat yang diterapkan sejak pekan lalu itu melarang pertemuan politik, termasuk demonstrasi, yang dihadiri lima orang atau lebih dan melarang publikasi informasi yang dianggap mengancam keamanan.

Penerapan dekrit darurat itu justru memicu unjuk rasa besar-besaran yang diikuti puluhan ribu orang pada pekan lalu, yang tercatat sebagai unjuk rasa terbesar dari rentetan unjuk rasa selama tiga bulan terakhir yang menuntut pengunduran diri PM Prayuth dan menyerukan reformasi untuk membatasi kekuasaan Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn.

“Saya akan mengambil langkah pertama untuk meredakan situasi ini. Saya saat ini bersiap untuk mencabut situasi darurat parah di Bangkok dana akan segera melakukannya jika tidak ada insiden kekerasan,” ucap PM Prayuth dalam pidatonya kepada publik.

“Kita sekarang harus mundur dari tepi lereng yang licin yang bisa dengan mudah berubah menjadi kekacauan,” cetusnya.

Puluhan ribu demonstran bergerak ke kantor PM Thailand pada Rabu (21/10) waktu setempat, dalam upaya menuntut pengunduran diri PM Prayuth, juga pencabutan dekrit darurat dan pembebasan puluhan aktivis yang ditahan terkait demo pro-demokrasi.

Kebanyakan dari mereka menyebut tawaran PM Prayuth untuk mencabut dekrit darurat itu tidaklah cukup. “Itu tidak cukup. Dia (PM Prayuth-red) harus mundur,” tegas salah satu demonstran bernama Too (54).

Sebagian besar unjuk rasa pro-demokrasi di Thailand berlangsung damai, namun polisi mengerahkan meriam air untuk membubarkan demonstran pada Jumat (16/10) pekan lalu. Hal itu justru semakin memicu kemarahan dari para pengkritik pemerintah Thailand.

Salah satu pemimpin unjuk rasa, Tattep Ruangprapaikitseree, menyatakan awa PM Prayuth tetap harus mengundurkan diri meskipun dekrit darurat dicabut. Disebutkan Tattep bahwa tuntutan lainnya dari demonstran dapat dibahas di parlemen.

“Prayuth harus mengundurkan diri terlebih dulu dan itu yang paling mudah dilakukan,” ujarnya.

Para demonstran memberikan waktu tiga hari kepada PM Prayuth untuk mengundurkan diri. Demonstran mendatangi kantor PM Prayuth dan menyerahkan sebuah surat pengunduran diri palsu. Mereka mengklaim sukses setelah pejabat dari kantor PM Prayuth membawa surat itu masuk.

“Tujuan kita hari ini berhasil. Kita menyerahkan surat kepada Prayuth dan perwakilannya telah menerimanya, berjanji itu akan disampaikan kepadanya,” ucap pemimpin demo lainnya, Patsaravalee Tanakitvibulpon, kepada massa.

“Tapi perjuangan kita belum selesai, selama dia belum mengundurkan diri. Jika dalam waktu tiga hari dia tidak mundur, dia akan menghadapi rakyat lagi,” tegasnya.

Prayuth Sempat Ngotot Menolak Mundur

Prayuth Chan-O-Cha sempat secara tegas menolak mengundurkan diri dari jabatannya. Penegasan ini disampaikan saat puluhan ribu demonstran antipemerintah tetap beraksi meski ada larangan berkumpul di bawah dekrit darurat yang diberlakukan pekan ini.

Sekitar 10.000 pengunjuk rasa Thailand berkumpul pada Kamis (15/10/2020) malam waktu setempat untuk menentang tindakan kekerasan oleh pihak berwenang. Para aktivis Thailand ditangkap usai dekrit darurat diumumkan.

Dilansir AFP, Jumat (16/10/2020) para pengunjuk rasa meminta Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha keluar. Mereka meneriakkan, “Prayut, keluar!” dan “Bebaskan teman kami!” saat mereka berhadapan dengan polisi di Ratchaprasong, persimpangan yang sibuk di pusat Bangkok.

Warga tetap berdemo meskipun ada keputusan baru yang melarang pertemuan publik lebih dari empat orang-yang bertujuan untuk memadamkan aksi-aksi demonstrasi yang dipimpin mahasiswa.

Pemerintahan Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, mantan panglima militer yang awalnya mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014, telah menjadi sasaran para pengunjuk rasa, tetapi mereka juga membidik monarki Thailand yang tak tergoyahkan.

“Saya tidak akan mundur,” tegas PM Prayuth menolak mundur, seperti dilansir Reuters, Jumat (16/10/2020).