Jika Upah Minimum 2021 Tak Naik Buruh Tekstil Mengancam Demo

Ekonomi057 views

Inionline.id – Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) menolak wacana pemerintah untuk tidak menaikkan upah minimum 2021. Pasalnya, kebijakan itu dinilai merugikan pekerja.

“(Kami) akan melakukan perlawanan dengan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia karena upah merupakan hak yang paling fundamental bagi kaum buruh,” ujar Ketua Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (21/10).

Roy mengungkapkan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja yang belum didengarkan pemerintah ditambah pernyataan asosiasi pengusaha yang meminta agar upah minimum 2021 tidak naik bahkan diturunkan, menimbulkan reaksi dari kalangan buruh.

“Kenaikan upah setiap tahun merupakan hal yang sangat dinanti-nantikan oleh kaum buruh untuk meningkatkan daya beli,” ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi tahun ini yang menjadi dasar perhitungan upah minimum 2021 memang berpotensi minus. Namun, sambung Roy, inflasi masih terjadi. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar dasar kenaikan upah 2021 bisa menggunakan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Mengutip proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 sebesar 5,5 persen. Kemudian, menurut pemerintah 5,0 persen, Dana Moneter Internasional (IMF) 6,1 persen, Bank Pembangunan Asia (ADB) 5,1 persen, dan Bank Dunia 4,8 persen.

“Data-data tersebut adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021, sedangkan upah minimum berlaku pada tahun 2021 juga. Sehingga angka-angka tersebut bisa dijadikan dasar untuk menetapkan upah minimum tahun 2021,” kata Roy.

Menurut Roy, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada daya beli masyarakat. Ketika pendapatan buruh lemah, daya beli buruh akan turun sehingga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Bagaimana mungkin proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 bisa tercapai kalau daya beli masyarakat rendah bahkan mengalami penurunan?,” cetusnya.

Roy mengingatkan meski pemerintah telah menyalurkan subsidi upah selama pandemi, pertumbuhan ekonomi kuartal II minus 5,32 persen. Laju minus juga diperkirakan terjadi pada ekonomi kuartal III.

“Dengan adanya subsidi saja masih minus pertumbuhan ekonomi. Apalagi kalau buruh tidak naik upah atau upahnya turun, daya beli buruh pasti semakin merosot turun karena kenaikan upah salah satunya adalah untuk menjaga daya beli kaum buruh,” katanya.

Dalam keterangan terpisah, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang berharap serikat pekerja tidak menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang berlebihan di tengah kondisi ekonomi yang sudah masuk resesi.

“Kondisi dunia usaha saat ini juga sangat tidak memungkinkan UMP dinaikkan. Beban pengusaha sudah sangat berat, mampu bertahan selama pandemi ini saja sudah bersyukur. Jika UMP dinaikkan akan sangat memukul pengusaha dan mendorong pengusaha semakin terpuruk,” ujar Sarman.

Sarman mengungkapkan pandemi covid-19 telah memukul dunia usaha. Banyak usaha yang arus kasnya terganggu bahkan terpaksa menutup operasional. Perusahaan juga melakukan merumahkan pegawai hingga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Jika terdapat sektor sektor tertentu yang memungkinkan menaikkan UMP seperti sektor telekomunikasi,kesehatan dapat dirundingkan secara bipartit. Namun, secara umum, bahwa kondisi pelaku usaha saat ini sudah sangat mengkhawatirkan,” terang Sarman.

Lebih lanjut, Sarman berharap penularan covid-19 dapat dikendalikan sehingga pemerintah dapat memperlonggar berbagai aktivitas usaha dan bisnis.