Disnakertrans Jabar Merespons Tuntutan Buruh soal UMP 2021

Ekonomi057 views

Inionline.id – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi (Disnakertrans) Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi mengaku akan mengundang rapat tim pengupahan untuk menindaklanjuti surat edaran Menteri Ketenagakerjaan soalĀ upah minimumĀ provinsi (UMP) 2021.

Hal itu disampaikan Taufik usai mendengar tuntutan ribuan buruh yang menggelar demo menolak upah minimum 2021 tak naik di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (27/10).

Menurut Taufik, pihaknya akan tetap merekomendasikan besaran UMP 2021 sama dengan UMP 2020 mengacu Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/ll/HK .04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

“UMP tetap kami rekomendasikan dengan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi menggunakan surat edaran dari Menteri Tenaga Kerja, karena kami tidak punya payung hukum yang lain. Payung hukum PP 78 itu seharusnya sudah keluar kebutuhan hidup layak (KHL),” katanya.

Disnakertrans Jabar, ia melanjutkan akan segera menetapkan UMP 2021 paling lambat 1 November 2020.

“Kami hari ini akan disampaikan ke gubernur minimal sesuai dengan PP, harus ditetapkan selambat-lambatnya 1 November dan diumumkan 1 November. Isinya sesuai dengan SE Menaker,” tegasnya.

Terkait upah minimum kabupaten/kota (UMK), Taufik mengatakan rekomendasi besarannya berada dalam kewenangan kabupaten/kota. Ia pun memerintahkan agar masing-masing 27 daerah di Jabar melakukan survei UMK dan hasilnya disampaikan kepada gubernur.

“Selanjutnya, terkait UMK ini ada waktu 21 hari. Silakan kabupaten/kota untuk melakukan survei dan yang lainnya. Kalau waktunya cukup ini tinggal direkomendasikan bupati/walikota ke pak gubernur,” jelasnya.

“Jadi harus ada dasarnya. Kalau dulu itu dari PP 78 2015 itu kan formulasi, UMP berjalan dikali penambahan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Khusus untuk 2020, lima tahun setelah ditetapkan, maka 2020 menggunakan survei KHL,” cetus dia.

Taufik menjelaskan pihaknya baru menerima Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 18/2020 pada Oktober. Sehingga, Pemprov tidak mungkin menetapkan KHL saat ini.

“Sebagaimana diketahui UMP itu batas terendah, otomatis UMP harus ditetapkan jadi UMK itu jangan sampai di bawah UMP,” jelasnya.

Taufik memahami kekhawatiran buruh yang tak ingin jika besaran UMK tak naik pada 2021 mendatang. Tetapi, jika UMP dan UMK tetap mengacu pada PP 78, maka dikhawatirkan besaran upah turun karena laju ekonomi yang tengah mandek.

“Saya khawatir turun jika mengacu PP 78, karena ekonomi minus. Ini sebenarnya win-win solution, kecuali jika kabupaten/kota siap. Ini hampir semua provinsi menetapkan, karena tak ada waktu lagi,” katanya.

Sebelumnya, Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat Muhamad Sidarta mengatakan kondisi pandemi covid-19 adalah upaya menggiring buruh agar memaklumi tak naiknya upah minimum 2021.

“Pemerintah sudah sejak awal menggulirkan opini itu (tidak naik), menggiring supaya rakyat khususnya kaum buruh memaklumi kalau upah buruh 2021 tidak naik, akan disamakan dengan upah tahun 2020. Artinya, pemerintah tidak pro rakyat, tidak pro buruh sebenarnya masalah seperti ini bukan pertama kali, kita pernah krisis 98. Upah naik tidak masalah,” imbuh Sidarta.

Sidarta meyakini tahun depan belum tentu kondisi ekonomi tidak membaik. Hal itu berkaca dari pengalaman sebelumnya bahwa ekonomi Indonesia masih bisa terselamatkan tanpa harus menunda kenaikan upah minimum bagi buruh.

“Pemerintah tetap menaikkan upah buruh sebagai jaring pengaman, yaitu upah minimum baik UMP, UMK dan UMSK sebagai jaring pengamanan,” tegasnya.

Menurutnya, lewat surat edaran tak naiknya upah minimum 2021 akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Terutama pertumbuhan ekonomi secara nasional.

“Kami menolak isi surat edaran tersebut, itu pasti akan memperlemah daya beli kaum buruh dan rakyat. Karena upah buruh dibelanjakan untuk pedagang, ojek, untuk mengontrak rumah dibelanjakan lagi kalau daya beli (buruh) melemah tentu masyarakat lain juga melemah,” tandas Sidarta.