Kebakaran Kejagung Memasuki Babak Baru, Ada Pidana dan Naik Penyidikan

Inionline.id – Kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) memasuki babak baru setelah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menaikkan status perkara tersebut ke tingkat penyidikan.

Pihak kepolisian menemukan unsur pidana dalam peristiwa kebakaran yang melanda markas Korps Adhyaksa tersebut.

“Kami sepakat mengusut ini secara transparan. Adapun kami sepakat dalam gelar tadi untuk meningkatkan penyelidikan jadi penyidikan dengan dugaan Pasal 187 KUHP dan atau Pasal 188 KUHP,” kata Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/9).

Jika merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 187 menjelaskan terkait hukuman pidana bagi siapa yang dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir.

Sedangkan, dalam Pasal 188, disebutkan bahwa barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir dapat diancam pidana.

“Hukuman maksimal 12 sampai 15 tahun bahkan seumur hidup kalau ada korban,” ujar Jenderal berbintang tiga itu.

Mantan ajudan Presiden Joko Widodo itu menegaskan pihaknya kini mulai membidik tersangka atau siapapun pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut. Setidaknya polisi sudah memeriksa 131 saksi terkait dengan kebakaran itu.

Para saksi yang diperiksa berasal dari unsur petugas kebersihan, office boy gedung, hingga pegawai kejaksaan. Bahkan, Listyo menyebut bakal memeriksa orang-orang yang berpotensi menjadi pelaku.

“Kami melakukan penyidikan, dan memeriksa potential suspect (berpotensi menjadi pelaku) kami akan memburu tersangka,” katanya.

Listyo juga mengungkapkan kebakaran hebat yang melanda Kejagung terjadi bukan karena arus pendek atau korsleting listrik. Kebakaran diduga kuat berasal dari nyala api terbuka.

“Dari hasil olah TKP (tempat kejadian perkara), Puslabfor menyimpulkan bahwa sumber api tersebut bukan karena hubungan arus pendek, namun diduga karena nyala api terbuka (open flame),” kata Listyo.

Menurutnya, dari hasil penyelidikan kemarin, api bersumber dari lantai enam Gedung Utama Kejagung, tepatnya ruang rapat Biro Kepegawaian. Saat kejadian terdapat sejumlah petugas bangunan yang berada di sekitar lokasi sumber api.

“Kami dapati, fakta ada saksi yang berusaha memadamkan api. Namun karena tidak didukung sarana dan prasarana sehingga api semakin membesar hingga minta bantuan ke pemadam kebakaran,” ujar Listyo.

Lebih lanjut, mantan Kapolda Banten itu mengatakan api merembet dengan cepat lantaran terdapat banyak akseleran atau zat yang bisa mempercepat proses pembakaran di gedung. Misalnya, cairan pembersih yang mengandung senyawa hidro karbon, serta penyekat ruangan berbahan gypsum, lantai parkit, panel HPL, dan bahan mudah terbakar lainnya.

Polisi juga sudah mengamankan barang bukti berupa DVR CCTV, abu barang sisa kebakaran atau hidrokarbon,hingga potongan kayu sisa kebakaran.

Barang bukti lainnya yaitu botol plastik berupa cairan, jiriken berisi cairan, kaleng bekas lem, kabel instalasi listrik, dan minyak pembersih atau dust cleaner.

Penyidik Bareskrim pun sudah mencabut garis polisi yang semula disematkan di sekitar gedung atau tempat kejadian perkara (TKP). Hal itu dilakukan menyusul status penyidikan yang telah diumumkan dan telah rampungnya olah TKP.

Kasus kebakaran yang terjadi pada 22 hingga 23 Agustus itu menjadi polemik lantaran Kejagung saat ini sedang menangani sejumlah kasus korupsi besar di Indonesia. Banyak pihak yang mengkhawatirkan insiden itu akan berdampak pada penanganan kasus.

Namun, Kejagung menyebut kebakaran tak membahayakan berkas perkara dari kasus korupsi manapun lantaran berada di gedung yang terpisah dan tidak berdekatan dengan gedung yang terbakar. Kejagung juga mendukung polisi mengusut tuntas kasut tersebut.