10 Provinsi Jadi Kunci Pemerintah Menekan Dampak Ekonomi Minus

Ekonomi057 views

Inionline.id – Pemerintah mengungkapkan strategi mitigasi menghadapi ancaman kontraksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020. Pemerintah sendiri telah mengungkapkan potensi resesi ekonomi pada kuartal III 2020 karena pertumbuhan ekonomi dalam skenario terburuk diprediksi kembali minus.

Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kemenko Bidang Perekonomian Ferry Irawan menjelaskan strategi pertama pemerintah guna memitigasi kontraksi ekonomi yakni fokus pada daerah yang memiliki kontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB).

Ia menuturkan terdapat 10 daerah yang memberikan kontribusi sebesar 77,59 persen kepada PDB. Dari 10 daerah tersebut, sebanyak enam daerah mencatat pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II 2020. Tak ayal, pertumbuhan ekonomi nasional juga ikut lesu.

“Kami akan lebih fokus pada daerah yang memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional, seperti DKI Jakarta, Jabar, Jatim, dan Sumatera Selatan. Harapannya, kami lebih fokus kemudian efek pengungkit jadi lebih besar, sehingga jadi strategi kami untuk mitigasi risiko kontraksi di kuartal III dan IV 2020,” ujarnya dalam Diskusi Prediksi Ekonomi Indonesia, Kamis (10/9).

Data Kemenko Perekonomian merekam enam daerah yang memiliki kontribusi besar kepada PDB, namun tumbuh negatif pada kuartal II lalu, yakni DKI Jakarta dengan kontribusi 17,17 persen pada PDB serta pertumbuhan ekonomi minus 8,22 persen.

Kemudian, Jawa Timur sumbangan kepada PDB 14,60 persen dan pertumbuhan ekonomi minus 5,9 persen, Jawa Barat sumbangan kepada PDB 13,45 persen dan pertumbuhan ekonomi minus 5,98 persen, serta Jawa Tengah sumbangan kepada PDB 8,60 persen dan pertumbuhan ekonomi minus 5,94 persen.

Selanjutnya, Kalimantan Timur andil pada PDB 3,95 persen dan pertumbuhan ekonomi minus 5,46 persen dan Banten sumbangan pada PDB 3,88 persen dan pertumbuhan ekonomi minus 7,4 persen.

“Ini data yang jadi salah satu basis bagaimana kami memitigasi kontraksi di kuartal III dan IV,” ucapnya.

Strategi kedua, kata dia, adalah fokus pada empat sektor utama penggerak pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi pada kuartal II 2020. Keempatnya meliputi sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi 2,72 persen dan konstruksi minus 5,39 persen.

Kemudian sektor industri pengolahan yang terpantau negatif 4,19 persen dan perdagangan besar dan eceran yang minus 7,57 persen.

“Jadi, dengan melihat data agregat sektoral maupun spasialnya, kami coba desain untuk menjaga momentum di kuartal III dan IV sektor mana yang perlu kami jaga dengan kebijakan pemulihan ekonomi nasional,” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini berada di kisaran 0 persen hingga minus 2 persen. Apabila perekonomian RI kembali masuk di zona negatif, maka Indonesia mengalami resesi ekonomi secara teknis lantaran pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut.

Pada kuartal II 2020 lalu, ekonomi Tanah Air mengalami kontraksi cukup dalam, yakni sebesar  minus 5,32 persen.

“Ini artinya, kita masih kemungkinan, meski belanja pemerintah diakselerasi mungkin konsumsi dan investasi belum masuk zona positif karena aktivitas masyarakat sama sekali belum normal,” katanya.