Sinyal Kuat dari Sri Mulyani RI Akan Mengalami Resesi Ekonomi

Ekonomi157 views

Inionline.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal kuat ekonomi RI akan terjerembab ke jurangresesi ekonomi. Sinyal ia kirim lewat skenario pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III.

Ia mengatakan skenario terburuk pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut akan berada di kisaran 0 persen sampai minus 2 persen. Jika skenario tersebut terbukti, RI dipastikan masuk ke jurang resesi.

Pasalnya, pertumbuhan ekonomi dalam negeri sudah minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 kemarin.

Dia menuturkan bahwa proyeksi negatif muncul karena pemerintah melihat aktivitas ekonomi masyarakat dan dunia usaha tak cukup kuat untuk menopang pertumbuhan kuartal III.

Ani, sapaan akrabnya, mengungkapkan sebenarnya sudah ada beberapa sektor usaha yang sudah berbalik positif. Namun, tidak sedikit yang justru memburuk dan kembali negatif seperti masa pertengahan pandemi virus corona mewabah di Indonesia.

“Kami melihat di kuartal III, down side-nya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata, jadi untuk kuartal III kami outlook-nya antara 0 persen hingga negatif 2 persen. Negatif 2 persen karena ada pergeseran dari pergerakan yang terlihat belum sangat solid, meskipun ada beberapa yang sudah positif,” ujar Ani saat konferensi pers virtual APBN KiTa, Selasa (25/8).

Ani mengatakan pertumbuhan negatif pada kuartal III mungkin saja terjadi karena tingkat konsumsi masyarakat masih lemah, meski mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Pada kuartal lalu, tingkat konsumsi masyarakat tercatat minus 5,51 persen.

Sementara, realisasi penyaluran anggaran penanganan dampak pandemi covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk perlindungan sosial sebesar Rp93,18 triliun per 19 Agustus 2020. Realisasinya setara 45,69 persen dari pagu Rp203,91 triliun.

“Tapi tidak bisa hanya dari bansos untuk mengungkit konsumsi agar mendekati nol persen kalau kelas menengah dan atas belum recovery belanja konsumsinya. Kalau hanya dari bansos, growth (penyaluran) tinggi, tapi tetap tidak bisa mengembalikan fungsi konsumsi,” terang Bendahara Negara.

Selain karena konsumsi masyarakat, ia juga melihat kontribusi investasi belum maksimal. Pada kuartal II, pertumbuhan investasi terkontraksi 8,61 persen, sehingga harus ditingkatkan bila tidak ingin ekonomi kembali minus pada kuartal III.

“Kuncinya adalah konsumsi dan investasi, kalau konsumsi dan investasi masih di negative zone (zona negatif), meskipun pemerintah all out (habis-habisan) dari segi belanja, akan sangat sulit untuk masuk di dalam zona netral di nol persen di 2020 ini,” pungkasnya.