Sejumlah Ahli Berpandangan, Bisnis Properti Perlahan Bangkit

Inionline.id – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 terkontraksi hingga minus 5,32 persen. Secara kuartal, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen.

BPS menyatakan, dari 17 sektor lapangan usaha, secara tahunan hanya ada tujuh sektor yang masih tumbuh positif, yakni real estat, pertanian, jasa keuangan, jasa pendidikan, jasa kesehatan, pengadaan air, serta informasi dan komunikasi.

Masyarakat tentu perlu membangun optimisme agar pertumbuhan positif di kuartal III/2020 tercapai. Sebab, beberapa indikator pada Juni 2020 mengalami perbaikan, meski masih jauh dari kondisi normal.

Indikator yang mengalami perbaikan, antara lain dari sektor transportasi udara internasional, transportasi udara domestik, angkutan kereta penumpang, angkutan laut penumpang, dan tingkat penghunian kamar (TPK).

Country Manager Rumah.com Marine Novita mengharapkan, pemulihan ekonomi Indonesia bisa terjadi mulai di kuartal III tahun 2020. Pasalnya, meskipun pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II, data BPS menyebut bahwa  salah satu sektor yang tumbuh positif adalah real estat, yakni 2,30 persen (y-o-y).

Secara kuartalan sektor real estat juga tumbuh negatif paling sedikit yaitu -0,26 persen (q-t-q). “Pasar properti nasional mulai menunjukkan sentimen positif pada kuartal II/2020. Suplai properti yang sempat tertahan pada kuartal I/2020 kini beranjak pulih,” kata Marine dalam siaran pers, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com, Rabu, 26 Agustus 2020.

Dari hasil laporan Rumah.com Indonesia Property Market Index kuartal II/tahun 2020, pulihnya kepercayaan pemangku kepentingan di bidang properti, terutama dari sisi penyedia suplai baik pengembang maupun penjual properti lainnya.

Marine menambahkan, Rumah.com Indonesia Property Market Index – Suplai kuartal II/2020 berada pada angka 131,6 atau naik 21 persen (q-t-q) dan 46 persen (y-o-y).

Kenaikan pada kuartal kedua tersebut tampaknya sebagai kompensasi, yaitu suplai pada kuartal sebelumnya tertahan dan turun sebesar 5 persen (q-t-q) pada kuartal I/2020.

Namun, optimisme yang terlihat pada indeks suplai belum diikuti oleh indeks harga. Rumah.com Indonesia Property Market Index – Harga kuartal 2 tahun 2020 mencatat indeks harga berada pada angka 110,6 atau turun 1,7 persen dari kuartal sebelumnya. Secara y-o-y, indeks masih menunjukkan kenaikan 2,3 persen.

Data Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) ini memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia, karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang dikunjungi setiap bulan dan diakses oleh lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.

Menurut Marine, optimisme dari sisi penyedia suplai ini terlihat dari naiknya pasokan properti secara nasional. Memasuki fase adaptasi kebiasaan baru, penyedia suplai properti melakukan koreksi harga untuk menjaga daya tarik properti di mata konsumen.

“Karena itu, kuartal kedua masih menjadi buyer’s market, dimana konsumen memiliki daya tawar yang lebih tinggi,” tutur Marine.

Marine menilai, kenaikan harga properti secara nasional lebih banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga rumah tapak. Indeks harga rumah tapak tercatat sebesar 114,9 pada kuartal kedua 2020, turun sebesar 0,7 persen secara kuartalan, tetapi secara tahunan masih menunjukkan kenaikan sebesar 3 persen.

Kenaikan rata-rata tahunan untuk rumah tapak sebelumnya 6 persen. Berbeda dengan rumah tapak, indeks harga apartemen tercatat pada 116,5 atau naik tipis sebesar 0,4 persen (q-t-q) dan 1,5 persen (y-o-y). Angka kenaikan tahunan pada kuartal kedua 2020 ini masih lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kenaikan apartemen secara tahunan yakni sebesar 5 persen.

Tren pertumbuhan indeks harga kuartalan dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan di sejumlah wilayah penyuplai besar, seperti Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Indeks harga properti kuartal 2 2020 di Banten tercatat sebesar 105,6 atau turun 1,8 persen secara kuartalan.

Penurunan juga terjadi di Jawa Timur, yaitu 1,11 persen secara kuartalan (q-t-q), berada pada indeks 91,5. Jawa Barat berada pada indeks 117,1 atau tercatat turun 0,9 persen. Sementara itu, DKI Jakarta terlihat lebih resisten dimana justru menunjukkan tren positif. Indeks harga properti DKI Jakarta berada pada angka 112,1 atau naik 1,8 persen (q-t-q).

Pengembang dan penyedia suplai properti lebih optimistis dengan adaptasi kebiasaan baru yang sudah berjalan.

Setelah pada kuartal sebelumnya menahan diri untuk meluncurkan unit-unit baru, pada kuartal ini penyedia suplai sudah mulai meluncurkan suplai-suplai baru. Hal ini terlihat dari peningkatan suplai properti pada kuartal kedua 2020 ini.

Indeks suplai hunian nasional pada kuartal kedua 2020 berada pada angka 131,6 atau naik sebesar 21 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Kenaikan pada kuartal kedua ini bisa disebut kompensasi saat suplai pada kuartal sebelumnya tertahan dan turun sebesar 5 persen (q-t-q) pada kuartal pertama 2020. Kenaikan indeks suplai hunian nasional kuartalan ini merupakan cerminan daerah-daerah penyuplai hunian terbesar seperti Jawa Barat, yang naik 22,3 persen, DKI Jakarta (13 persen), Banten (18,5 persen), maupun Jawa Timur (33 persen).

Indeks suplai rumah tapak berada pada angka 128,4 atau naik 22 persen dari kuartal sebelumnya. Sementara indeks suplai apartemen berada pada angka 106,6 atau naik 12 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Di sisi lain, Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memaparkan, berdasarkan Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, indeks harga properti residensial pada kuartal 2 tahun 2020 menunjukkan kenaikan yang lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya.

Secara kuartalan, harga properti residensial melambat dari 0,46 persen (q-t-q) menjadi 0,32 persen (q-t-q) dan secara tahunan melambat dari 1,68 persen (y-o-y) menjadi 1,59 persen (y-o-y).

Tren penurunan harga properti residensial berdasarkan Survei Bank Indonesia sejalan dengan data dari Rumah.com Indonesia Property Market Index – Suplai Q2 2020 yang menunjukkan suplai properti naik 21 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Oleh karena terjadi penurunan permintaan properti, kondisi di pasar properti membuat penurunan harga properti. Sejalan dengan kondisi tersebut, Josua menuturkan, berdasarkan Rumah.com Indonesia Property Market Index – Harga kuartal 2 tahun 2020, harga properti pada kuartal II/2020 tercatat turun 1,7 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Joshua melanjutkan, kondisi properti itu juga terkonfirmasi oleh kinerja sektor real estat pada data PDB kuartal II/2020 di mana laju pertumbuhan kuartalan terkontraksi 0,26 persen (q-t-q) dan laju pertumbuhan tahunan melambat menjadi 2,3 persen (y-o-y) dari kuartal sebelumnya yang tercatat 3,8 persen (y-o-y).

Kinerja pertumbuhan tahunan sektor real estat yang masih tetap positif tersebut didorong oleh masih banyak proyek pembangunan perumahan akibat insentif yang diberikan oleh Bank Indonesia pada 2019 seperti pelonggaran kebijakan loan to value (LTV).

Josua pun menambahkan, ke depannya, dengan kondisi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 yang negatif, kinerja perekonomian kuartal III/2020 diharapkan menjadi titik balik dalam perbaikan ekonomi Indonesia dalam rangka menjauhkan Indonesia dari jurang resesi.

Maka dari itu, langkah untuk mendorong ekonomi melalui percepatan stimulus belanja pemerintah dengan tetap mendorong peningkatan produktivitas yang memiliki multiplier effect terhadap permintaan dan konsumsi masyarakat.

Sektor properti nasional juga, Josua melanjutkan, diperkirakan terus mengalami pemulihan yang dipengaruhi juga oleh peningkatan tingkat kepercayaan dari konsumen.

Sejalan dengan implementasi stimulus ekonomi dari pemerintah, perilaku konsumen untuk membeli atau investasi properti pun diperkirakan cenderung membaik.

Selain itu, dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang juga akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional, diprediksi mendorong penurunan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Oleh sebab itu, permintaan KPR pun diperkirakan cenderung meningkat dan mendorong industri properti nasional.