Tim Hukum Novel Baswedan Meminta MA Jamin Vonis Hakim Objektif

Inionline.id – Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin memberikan jaminan agar majelis hakim yang mengadili perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan bertindak objektif dan independen dalam menjatuhkan vonis.

Pembacaan vonis kepada terdakwa penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis 16 Juli 2020.

“Majelis hakim harus objektif dan independen dalam menjatuhkan putusan,” kata anggota Tim Advokasi, Saleh Al Ghifari dalam pesan tertulis, Rabu (15/7).

Saleh mengingatkan majelis hakim harus benar-benar memahami Indonesia menganut sistem pembuktian negatief wettelijk bewijstheorie. Artinya dasar pembuktian dilakukan menurut keyakinan hakim dengan didasarkan pada dua alat bukti.

Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 183 juncto Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Jika hakim tidak yakin dan terdapat ketidaksesuaian antara alat bukti dengan fakta kejadian maka dua terdakwa tersebut semestinya dibebaskan,” ujarnya.

Saleh mengatakan pihaknya meyakini masih ada aktor intelektual yang merancang penyiraman air keras terhadap Novel.

Namun, berbagai rangkaian perbuatan penyidik dan penuntut umum dalam perkara ini menunjukkan kuat dugaan persidangan hanya untuk menutupi motif kejahatan pelaku penyerangan dan peran aktor intelektual.

Dugaan tersebut, kata Saleh, berdasarkan sejumlah kejanggalan yang ditemukan dalam proses hukum dalam kasus penyiraman yang merusak mata Novel.

Pertama, tidak dihadirkan tiga saksi penting ke persidangan dalam upaya untuk mengungkap kejahatan yang terorganisasi. Padahal saksi-saksi tersebut telah memberikan keterangan dalam proses penyidikan.

Kedua, barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara seperti gelas atau botol yang menjadi medium penyerangan tidak ditunjukkan dalam proses persidangan.

Selain itu, kata Saleh, jaksa tidak menjadi representasi kepentingan korban karena dalam persidangan berpihak pada pelaku kejahatan.

“Kesimpulan ini dapat diambil pada saat proses pemeriksaan saksi korban, Novel Baswedan. Pertanyaan yang diutarakan oleh jaksa terkesan menyudutkan Novel. Bahkan, tuntutan jaksa juga mengikis rasa keadilan korban itu sendiri,” katanya.

Lebih lanjut, Saleh pun menyoroti bantuan hukum yang diberikan Polri terhadap kedua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang notabene merupakan anggota Polri aktif. Hal itu, tutur dia, kental nuansa konflik kepentingan.

“Pendampingan hukum langsung dari Polri menurut peraturan perundang-undangan adalah apabila menjadi tersangka karena menjalankan tugas. Apakah terdakwa saat menyiram Novel menjalankan tugas Polri?” katanya.

Dalam perkara ini, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut hukuman pidana satu tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

Novel sendiri berpendapat sebaiknya para terdakwa dibebaskan karena banyak kejanggalan dalam proses hukum yang berjalan.

“Bila tidak ada kualifikasi bukti yang memadai maka harus dibebaskan. Jangan sampai wajah hukum semakin rusak dengan banyaknya kejanggalan/ masalah dalam proses hukum ini,” kata Novel melalui pesan tertulis, Selasa (14/7).