Selamatkan Piagam Unesco, Komisi V DPRD Jabar Datangi Rumah Angklung Jawa Barat

Bandung, Inionline.Id – Angklung sebagai salah satu komoditas seni budaya khas Jawa Barat telah mengalami pertumbuhan yang baik, terutama setelah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda yang berasal dari Indonesia, khususnya Jawa barat pada 10 November 2010.

Tiga tahun berselang, Pemerintah provinsi Jawa barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa barat telah membangun dan meresmikan bangunan rumah angklung yang direncanakan sebagai sentra kegiatan pelestarian angklung Jawa barat khususnya dan lingkup nasional pada umumnya.

Hadirnya rumah angklung ini sangat disambut baik oleh para pelaku angklung dan diharapkan mampu bertindak sebagai payung hukum serta lembaga yang bisa menaungi berbagai pergerakan dan persoalan angklung dari masa ke masa.

Ironinya, ada kekhawatiran jika tidak ada pertumbuhan dan perkembangan kegiatan angklung dalam beberapa tahun kedepan, maka piagam dari UNESCO akan dicabut. Berdasarkan hal tersebut, Komisi V DPRD Provinsi Jawa barat mendatangi rumah angklung di Kampung Bambu, jalan Sukasari, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, pada Rabu (03/06/2020).

Iwan Suryawan selaku anggota komisi V DPRD Jawa barat mengungkapkan bahwa kunjungan ini lebih kepada diskusi untuk merevitalisasi program rumah angklung Jawa barat.

“Ini juga bentuk apresiasi kita kepada budaya lokal yang sudah diakui oleh dunia untuk dapat kita lestarikan dan pertahankan, masukan dari komunitas disini bahwa kalau kita tidak aktif maka piagam UNESCO ini bisa dicabut, disaat pemerintah tidak menaruh perhatian kepada hal ini,” ujar Iwan.

Dirinya menilai dari kunjungan ini, ada potensi besar yang dimiliki oleh Jawa barat tetapi harus didukung oleh suatu kebijakan dari sisi organizing dan management.

“Dari bambu yang kita miliki, ini memiliki potensi besar untuk masa depan, aspirasi yang tadi datang utamanya dari pengolahan sampai hasil produknya itu diatur dan dimaksimalkan pemanfaatanya, maka kami Komisi V DPRD Jawa barat pertemukan komunitas bambu ini dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk masing-masing membuat desain program terkait pelestarian angklung dan bambu ini akan jadi seperti apa supaya pengembangannya lebih luas lagi,” kata Iwan.

Selain itu Iwan mencontohkan dari produk angklung yang sudah berjalan, minimal kedepannya produk angklung dari rumah angklung ini sudah memiliki cap Standard Nasional Indonesia (SNI).

Dari sisi anggaran, kabar terakhir penganggarannya belum sampai kepada hal yang sifatnya substansial untuk pemeliharaan aset dunia ini, dan sayangnya anggaran yang bernilai 750 juta untuk pelestarian angklung ini terkena dampak refocusing anggaran akibat pandemik covid-19.

“Jangan sampai ketika kita lalai memelihara angklung ini lalu diambil negara lain, baru kita ribut lagi, ini sudah terjadi di produk-produk lainnya, akhirnya kita fokus dan sepakati bersama tiga hal dari pertemuan ini yaitu sisi organisasi, grand design program pelestarian, dan penganggarannya,” pungkas Iwan. (JC)