Protes Rasisme, Ribuan Orang di New Zealand Berlutut di Depan Konsulat AS

Internasional057 views

Inionline.id – Ribuan orang berlutut di luar kantor Konsulat Amerika Serikat (AS) di Auckland, New Zaeland. Mereka melakukan aksi ini sebagai bentuk dukungan ke gerakan ‘Black Lives Matter’.

Dilansir AFP, Minggu (14/6/2020), mereka berunjuk rasa sambil membawa beberapa tulisan seperti ‘Mereka Tidak Peduli Tentang Kami’. Para pengunjuk rasa juga meneriakkan ‘tidak ada keadilan, tidak ada kedamaian’ dan ‘tidak ada kekuatan seperti kekuatan rakyat, karena kekuatan rakyat tidak berhenti’.

Di Ibu Kota New Zaeland, Wellington, lebih dari 2.000 orang berbaris di parlemen setelah berkumpul di pusat kota. Mereka mendengarkan pidato tentang adanya prasangka ‘kesukuan’ di kepolisian dan mendorong agar polisi menghapus kebiasaan rasis yang membedakan status seseorang berdasarkan warna kulitnya.

Selain itu, Kota Hamilton telah merobohkan sebuah patung komandan militer kolonial. Setelah adanya ancaman dari pengunjuk rasa anti-rasisme untuk menumbangkan patung perunggu Kapten John Fane Charles Hamilton, yang mereka tuduh melakukan pembunuhan.

Protes itu merupakan bagian dari gerakan sedunia setelah pembunuhan di Amerika Serikat terhadap pria Afrika-Amerika George Floyd yang meninggal di tangan seorang polisi kulit putih. Polisi itu melututkan leher Floyd selama beberapa menit sebelum Floyd tewas.

“George Floyd tidak punya nafas lagi, itu tugas kami untuk memastikan itu tidak sia-sia,” kata aktivis keadilan sosial Julia Whaipooti saat berorasi di Auckland.

Profesor ilmu sosial Universitas Auckland Camille Nakhid mengatakan, tindakan polisi Amerika itu seperti ada ‘lutut di leher’ orang-orang pribumi dan orang kulit berwarna di seluruh Selandia Baru. Dia mengajak seluruh warga New Zaeland merangkul sesama manusia tanpa membedakan suku dan warna kulit.

“Kami memiliki jalur antrian yang lebih lama di luar rumah sakit. Kami lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan obat-obatan yang kami butuhkan … ketika mereka membuat lingkungan sekitar kami menjadi rapuh dan kami harus pindah ke pinggiran kota yang memiliki transportasi yang buruk, lebih sedikit akses ke pekerjaan, lebih sedikit akses ke perawatan kesehatan. itu seperti lutut di leher kami, “tambahnya.

“Orang asli kami, orang kulit hitam kami, orang kulit berwarna kami… kami melihat Anda, kami mengakui Anda. Mari kita bersama-sama merangkul satu sama lain, saling berpelukan, dan membantu mendorong mengutuk lutut-lutut itu dari leher kita.” imbuhnya.