Masa Depan Bangsa Bergantung pada Hasil Pendidikan

Pendidikan057 views

Inionline.id – Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI), Enggartiasto Lukita menekankan pendidikan sangat besar menghadapi situasi sulit akibat pandemi virus korona (covid-19). Lembaga pendidikan bukan hanya memberikan solusi masalah yang dihadapi, tetapi juga menyiapkan generasi unggul.

“Yang siap membawa bangsa ini keluar dari situasi sulit,” kata Enggartiasto dalam webinar bertajuk ‘Pendidikan Tinggi dan Iptek: Membangun Kemandirian dan Daya Saing Bangsa’, Sabtu, 20 Juni 2020.

Enggar, sapaannya, menekankan, seluruh unsur pendidikan dituntut berpikir kreatif saat ini. Sebab, masa depan bangsa sangat bergantung pada hasil pendidikan. “Saya berharap, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lain lebih membekali anak didik untuk masuk dan menghadapi situasi yang makin lama makin sulit,” ujarnya.

Enggar menegaskan pandemi telah mengubah wajah dunia di hampir semua lini. Baik sektor pendidikan, ekonomi, maupun budaya. Kondisi yang berubah ini sudah barang tentu mendatangkan masalah-masalah baru dan tidak bisa dijawab dengan pendekatan dan cara lama.

Menurut Enggar, butuh pendekatan baru, yang lahir dari kreativitas dan inovasi, dan itu harus muncul dari lembaga pendidikan. Sebab, lewat lembaga pendidikan, ilmu pengetahuan dikembangkan dan sumber daya manusia disiapkan.

“Satu hal yang pasti. Sebelum pandemi kita semua disibukkan dengan satu kondisi bagaimana Revolusi Industri 4.0. Sekarang akibat dari pandemi, kita melakukan percepatan digitialisasi di semua aspek. Saya ingin mengajak tidak bicara teknologi semata, tapi menjadikan teknologi itu sendiri sebagai mindset,” papar Enggar.

Teknologi sebagai mindset, kata Enggar, artinya tidak sekadar bicara teknik pembuatan peralatan mesin, tetapi soal pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan makna dan kualitas hidup. Sebab, kemajuan teknologi tidak bisa hanya dengan mengejar keterampilan teknik. Penerapan pola pikir dan wawasan yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. menjadi hal penting.

“Jika kita lihat tabel dari Word Economic Forum, maka semua itu tidak ada mata kuliahnya, tidak ada pelatihannya, melainkan mindset yang terbangun dari interaksi dan atmosfer pendidikan yang kondusif,” ucap mantan Menteri Perdagangan itu.

Menurut Enggar, sejauh ini perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lain di Indonesia cukup baik dalam beradaptasi dengan pandemi. Ini bisa dilihat dari proses belajar mengajar secara daring di hampir semua sekolah.

Sejumlah inovasi berupa alat-alat kesehatan, seperti perangkat rapid test maupun ventilator, mampu diproduksi perguruan tinggi bekerja sama dengan industri. Kerja sama itu nantinya tidak sebatas menciptakan produk, tetapi juga saling mengisi dalam penciptaan sumber daya manusia yang unggul. Kerja sama akan terjadi jika keduanya saling mengisi.

Perguruan tinggi, misalnya mengisi sumber daya dan knowladge, yang memang dibutuhkan dalam industri. Jika perguruan tinggi tidak mampu mengisi itu, maka sudah tentu industri tidak bisa menyerap atau menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi.

Enggar menyarankan semua perguruan tinggi punya keunggulan dalam bidang tertentu. Misalnya, Institut Pertanian Bogor (IPB) unggul dalam bidang pengetahuan dan sumber daya manusia di bidang pertanian. Dengan demikian, industri perikanan yang butuh pengembangan SDM dan riset, maka sudah mengetahui akan bekerja sama dengan IPB.

“Dengan adanya keunggulan dalam bidang khusus, maka ada keterkaitan dengan industri. Keterkaitan ini sangat bagus untuk pengembangan ekonomi dan menjadikan daya saing bangsa ini tinggi,” kata Enggar.

Enggar menambahkan, hal lain yang juga harus ditumbuhkan di perguruan tinggi adalah sikap kritis dan kemampuan problem solving. Sebab, perguruan tinggi bukan balai latihan yang hanya memasok tenaga kerja. Perguruan tinggi justru harus mampu mencetak orang-orang cerdas yang melahirkan temuan-temuan baru, sehingga tidak saja membuka lapangan kerja baru, tapi juga membuat bangsa ini mandiri.

Makanya, menurut Enggar, menata pendidikan tak boleh berhenti pada kurikulum dan persoalan link and match dengan industri. Tetapi, juga membangun lingkungan untuk tumbuhnya kemapuan-kemanpuan seperti complex problem solving, critical thinking, fair judgement dan creativity.

“Saya ambil perspektif ini karena latar belakang saya pengusaha, terus masuk politik, dan sempat di pemerintahan. Jadi lebih ke kebutuhan nyata di lapangan,” ungkapnya.