Digelar Virtual, Petinggi Sunda Empire Disidang Kamis Ini

Inionline.id – Pengadilan Negeri (PN) Bandung mengagendakan gelar sidang perdana tiga tersangka kasus kabar bohong berujung keonaran dari kelompok Sunda Empire pada Kamis (18/6).

Ketiga tersangka yakni Nasri Bank, Raden Ratna Ningrum, dan Ageng Rangga. Humas PN Bandung Wasdi Permana mengatakan berkas perkara yang melibatkan kelompok Sunda Empire sudah diregistrasi dengan nomor 471/Pid.Sus/2020/PN.BDG.

“Sidang pertama Kamis, 18 Juni 2020. Digelar secara virtual,” kata Wasdi, Senin (15/6).

Majelis Hakim yang memimpin sidang akan diketuai T Benny Eko Supriyadi, didampingi anggota hakim Mangapul Girsang, dan Asep Sumirat Danaatmaja. Ketiga pimpinan Sunda Empire dimungkinkan bakal didakwa dengan tiga pasal.

Berdasarkan surat dakwaan, ketiga tersangka didakwa Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Lalu, Pasal 14 (2) UU No 1 Tahun 1946 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Serta Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga membenarkan bahwa berkas kasus Sunda Empire sudah lengkap atau P21 pada 20 April.

“Pelimpahan berkas sudah dilakukan dan dilimpahkan penyidik ke Kejati Jabar,” kata dia, Rabu (13/5).

Selain berkas, pelimpahan ketiga tersangka dan barang bukti sebagai tahap kedua sudah dilakukan pada 21 April 2020. Ketiga tersangka yakni Nasri Bank, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Rangga.

“Tersangka berikut barang buktinya juga sudah dilimpahkan juga ke jaksa penuntut umum,” ujar Saptono.

Kasus Sunda Empire bermula ketika Polda Jabar menerima laporan dari tokoh dan budayawan Sunda, Mohamad Ari.

Sejumlah konten mengenai Sunda Empire menyebar ke masyarakat melalui media sosial. Salah satu video yang tersebar, berisi tentang sejumlah orang yang mengenakan atribut seperti militer lengkap dengan topi baret. Salah satu dari mereka ada yang berorasi tentang masa pemerintahan negara-negara yang akan berakhir pada 2020.

Polisi saat itu menyebut dari hasil keterangan ahli, alat bukti, para penyidik berkesimpulan kasus tersebut memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 14 dan 15 UU nomor 1 tahun 1946. Pasal tersebut berbunyi carang siapa dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong atau dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dihukum setinggi-tingginya 10 tahun.