Ini Arti New Normal Bagi Ekonomi RI

Ekonomi057 views

Inionline.id – Tatanan kehidupan normal baru (new normal) di tengah pandemi virus corona (covid-19) jadi topik yang cukup ramai dibicarakan dalam sepekan terakhir. Terlebih, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecek kesiapan penerapan prosedur new norCOVImal di pusat perniagaan dan transportasi publik pada Selasa (26/5).

Pada prinsipnya, new normal adalah fase di mana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan dan publik diperbolehkan untuk kembali beraktivitas dengan sejumlah protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah sebelum ditemukannya vaksin.

Langkah ini dijalankan pemerintah untuk memulihkan produktivitas masyarakat agar perekonomian dapat kembali bergeliat setelah terpuruk di kuartal pertama dengan pertumbuhan hanya 2,97 persen.

Di sektor jasa perdagangan, persiapan new normal ditandai dengan diterbitkannya Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/335/2020 tentang Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pekan lalu (20/5).

Dalam surat tersebut, pemerintah mengatur tata cara pedagang baik jasa maupun barang dalam situasi new normal, mulai dari mencegah kerumunan pengunjung dengan membatasi akses masuk orang ke dalam toko, menerapkan sistem antrean di pintu masuk dengan tetap melakukan jarak fisik minimal satu meter hingga menganjurkan sistem take away (bawa pulang).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menjelaskan sejumlah indikator new normal di tengah pandemi Covid-19 yang disyaratkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pertama, angka penularan infeksi reproduksi efektif (Rt) berada di bawah angka 1 selama minimal dua pekan. Kedua, memiliki sistem kesehatan yang memadai, yakni dapat menangani kenaikan kembali jumlah kasus covid-19 yang timbul setelah PSBB. Terakhir, sistem pengawasan mampu mendeteksi dan melakukan tatalaksana pada kasus dan kontaknya, serta mengidentifikasi kenaikan kembali jumlah kasus.

Di masa new normal, kata Suharso, sektor usaha atau bisnis diwajibkan pemerintah untuk membentuk tim kebersihan khusus, membuat panduan untuk bekerja dari rumah, melakukan pembatasan tempat kerja, hingga melakukan pelacakan pegawai terpapar corona (tracking and tracing).

Di tempat pariwisata, misalnya, pemerintah akan meminta pelaku industri pariwisata serta masyarakat atau turis yang berkunjung ke wilayah tersebut menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

Bagi pelaku industri, berapa protokol yang diwajibkan di antaranya menyediakan fasilitas cuci tangan, hand sanitizer, dan disinfektan rutin; memastikan layanan yang diberikan higienis dan aman; memiliki sanitasi aman dan bersih, serta memastikan petugas dalam keadaan sehat dengan melakukan pemeriksaan kesehatan berkala atau sertifikasi kesehatan pekerja.

Selain itu, diwajibkan pula spanduk atau banner sosialisasi terkait standar protokol kesehatan termasuk himbauan jaga jarak/minim sentuhan di daerah wisata; pengukur suhu tubuh di pintu masuk wisata; penyediaan fasilitas kesehatan di daerah wisata, termasuk rapid test; hingga menetapkan batas maksimal kerumunan orang di daerah wisata.

Sementara bagi wisatawan, diwajibkan mengikuti standar protokol kesehatan, menggunakan alat pelindung diri seperti masker, rutin mencuci tangan saat di daerah wisata, menerapkan jaga jarak fisik dengan orang lain dan menunda wisata bagi masyarakat yang sedang sakit.

Adapun pemerintah daerah, lanjut Suharso, berperan dalam pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di daerah wisata; sosialisasi kepada masyarakat terkait protokol kesehatan; evaluasi berkala pelaksanaan protokol kesehatan; serta menerapkan sanksi atau penutupan tempat wisata yang tidak memenuhi standar protokol kesehatan.