Prediksi IDI hingga FKM UI saat Jokowi Melarang Mudik di Tengah Wabah Corona

Headline, Nasional057 views

Inionline.id – Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang mudik Idul Fitri 2020. Begini responsnya.

Jokowi melarang seluruh masyarakat mudik lebaran tahun ini untuk mencegah penyebaran virus Corona.

“Pada rapat hari ini saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang,” kata Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (21/4/2020).

Jokowi meminta hal-hal yang berkaitan dengan itu segera disiapkan.

Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Panjaitan mengatakan larangan mudik akan berlaku Jumat, 24 April 2020. “Berlaku mulai 24 April 2020,” kata Luhut.

Sedangkan sanksi, kata Luhut, efektif berlaku 7 Mei 2020. Atas keputusan pemerintah itu, FKM UI dan IDI urun suara. FKM UI maupun IDI juga memberikan catatan.

Berikut prediksi FKM UI hingga IDI saat Jokowi larang mudik di tengah pandemi Corona:

FKM UI

Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menyebut dengan adanya larangan ini diharapkan perkiraan 2.000 kasus positif Corona tidak terjadi.

“Ya baguslah, jadikan artinya bahan permodelan kita dipakai untuk mengambil kebijakan. Ini yang ditakutkan adalah adanya peningkatan kasus, di kampung halaman di Jawa di luar Jabodetabek, kalau dibiarkan. Nah sekarang kan dilarang, bagus. Artinya estimasi 2.000 kasus itu diharapkan tidak terjadi,” ujar Tim Pakar FKM UI Pandu Riono saat dihubungi detikcom, Selasa (21/4/2020).

Pandu mengatakan larangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga masyarakat. Menurutnya, agar dapat mengikuti aturan, masyarakat perlu kembali diberikan sosialisasi terkait alasan tidak dibolehkannya mudik.

“Inikan bukan hanya tanggung jawab Menteri Perhubungan saja, tapi tanggung jawab masyarakat juga harus disadarkan. Jangan seakan-akan larangan ini bisa berjalan tanpa masyarakat diberi pemahaman, kenapa mereka tidak boleh mudik. Nah ini kan sering kali terlupakan, bahwa setiap kebijakan itu harus disosialisasikan seluas-luasnya sehingga masyarakat paham dan mengikuti regulasi yang sudah di keluarkan,” kata Pandu.

Pandu menilai saat ini pemerintah juga perlu memikirkan dampak sosial ekonomi dan psikologis masyarakat terhadap larangan tersebut. Menurutnya, masyarakat yang tidak mudik atau karyawan jasa transportasi yang terdampak karena larangan juga memerlukan bantuan.

“Jadi setiap kebijakan yang ketat ini selalu kita memikirkan mitigasi, sosial ekonomi dan psikologisnya supaya larangan ini bisa berjalan. Karyawan perusahaan jasa, orang yang tidak jadi mudik, mereka kan perlu bantuan juga,” kata Pandu.

“Selama ini kan ada perusahaan-perusahaan besar yang memberikan layanan mudik gratis kan. sekarang kita alih fungsikan lah. Kita alihkan mereka pasti udah punya dana itu, disiapkan mudik gratis tapi sekarang dana itu disalurkan, tadinya untuk mudik tapi karena tidak mudik mereka dapat kado atau hadiah lebaran. Dananya bisa diberikan ke mereka atau mungkin dananya bisa diberikan kepada masyarakat industri, karyawan-karyawan kecil dari industri transportasi publik ini,” sambungnya.

Pandu mengatakan larangan mudik efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19. Pandu menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memberlakukan PSBB secara nasional dan memiliki target untuk mengakhiri wabah virus Corona.

“Sangat efektif, karena bagian dari PSBB-nya seperti itu. Karena PSBB untuk mudiknya luas makanya saya kembali menghimbau kepada Pak Presiden untuk memberlakukan PSBB secara nasional, supaya lebih efektif dan kita harus punya target untuk bisa mengakhiri masalah ini pada bulan keberapa,” tuturnya.

IDI

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai hal ini efektif untuk mencegah penularan yang tak terkendali

“Itu sangat efektif supaya mencegah penularan yang tidak terkendali, itu kalau banyak mudik nggak akan terkendali penularan itu,” ujar Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih saat dihubungi detikcom, Selasa (21/4/2020).

Daeng mengatakan pihaknya mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait larangan tersebut.

Menurutnya, hal ini karena masyarakat yang terlihat sehat namun ternyata berstatus orang dalam pemantauan (ODP) atau orang tanpa gejala (OTG) berpotensi menularkan.

“Jadi IDI sangat mendukung kebijakan pak Jokowi untuk melarang mudik. Karena dari Jakarta ini istilahnya infeksinya sudah besar sekali, jadi kita khawatir yang mudik meskipun dia keliatan sehat dia sebetulnya sudah ODP atau OTG. Kalau dia mudik dengan status ODP atau OTG dia akan berpotensi menularkan,” tuturnya.

Daeng menilai, bila masyarakat tetap melakukan mudik maka terdapat risiko bagi warga di daerah. Menurutnya, warga daerah rentan tertular karena masih memiliki budaya berkumpul.

“Berisiko banget itu di daerah, kenapa di daerah sangat berisiko yang pertama masyarakat di daerah itu kan tidak well educated. Tingkat pendidikannya kan tidak begitu bagus seperti orang-orang di Jakarta. Kemudian informasi yang masuk ke sana kan sudah terlalu banyak, nah itu rentan,” kata Daeng.

“Yang menyebabkan rentan kedua, di kampung itu kan masyarakatnya guyub banget kan. kadang-kadang satu rumah itu dihuni berapa keluarga itu, bisa dua atau tiga kepala keluarga. Itu kalau sampai pulang mudik padahal dia sebenarnya statusnya ODP atau OTG bisa tertular satu keluarga,” sambungnya.

Tidak hanya itu, Daeng menilai fasilitas kesehatan di daerah juga tidak cukup memadai untuk melakukan penanganan. Karenanya Daeng mengimbau agar masyarakat dapat menerima keputusan Jokowi terkait larangan tersebut.

“Ditambah satu lagi kerumitannya, di daerah itu fasilitas kesehatannya itu tidak memadai seperti yang di Jakarta. Disana ada, tapi masalah fasilitas tenaga alat itu kan tidak cukup tidak sememadai seperti di Jakarta. Bagi saudara-saudara kita yang tidak jadi mudik, ya sabar lah. itu kan karena demi mereka sendiri dan demi orang orang yang dicintainya yang di kampung itu supaya tidak tertular kan. Jadi mohon itu keputusan presiden ini diterima dengan baik dan disadari,” tuturnya.

Pakar Transportasi

Pakar transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Putu Rudy Setiawan menyebut larangan mudik dari pemerintah harus dibarengi dengan pembatasan transportasi. Sebab mendeteksi secara visual pemudik bukanlah soal yang mudah.

“Harus ada pembatasan. Artinya transportasi itu harus dipakai sebagai instrumen untuk melakukan (pengawasan) kegiatan mudik,” jelas Rudy kepada detikcom, Selasa (21/4/2020).

Selain membatasi tranportasi, lanjut Rudy, ia juga menyarankan pemerintah juga memonitoring pemudik di pintu-pintu tol. Sebab menurutnya ada dua transportasi yakni kendaraan pribadi dan publik yang dipakai.

“Karena mudik itu bisa melalui moda pribadi dan umum atau publik. Umum juga ada bermacam-macam moda. Untuk itu itu harus ada juga pembatasan,” tutur Rudy.

“Kalau transportasi pribadi itu harus dilakukan di pintu-pintu dengan melakukan monitoring. Kan yang pribadi tidak bisa dibatasi. Kalau misalkan pemerintah membatasi suplai bahan bakar tetapi itu tadi juga ada kesulitan lagi. Karena BBM itu juga dipakai untuk transportasi umum. Yang paling mungkin dilakukan ya di pintu-pintu tadi,” tambahnya.

Menurut Rudy, meski ada larangan, mendeteksi pemudik memang bukan perkara mudah. Sebab mudik merupakan hak setiap orang.

“Terminologi mudik itu harus dielaborasi itu apa terutama terkait dengan transportasi karena terkait dengan perjalanan mudik itu tidak mudah dideteksi secara visual,” tukas Rudy.

“Nah persoalannya adalah bagaimana membatasi terhadap sarana transportasi untuk membedakan itu. Padahal mudik adalah hak setiap orang untuk perjalanan pulang kampung. Itu harus dipikirkan oleh pemerintah dari sisi kebijakan,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *