Ini Alasannya Produk Properti Baru Dan Seken Sama-Sama Tertekan

Inionline.id – Bisnis properti yang lesu tidak hanya memukul produk-produk baru (prime) yang dipasarkan kalangan pengembang baik rumah tapak, apartemen, ruko, shophouse, dan lainnya. Sejak beberapa tahun lalu, pemilik uang yang biasanya berbelanja produk properti terus memperpanjang aksi wait and see-nya atau menginvestasikan uangnya di sektor lain seperti tabungan, deposito, logam mulia, atau lainnya.

Bukan hanya produk prime, sektor properti untuk produk-produk secondary khususnya rumah dan apartemen juga mengalami perlambatan bahkan koreksi harga baik secara nilai maupun jumlah unit yang dijual. Hal ini juga tidak terlepas dari para investor yang dulu membeli produk properti dan sekarang kesulitan untuk menjualnya.

Di sisi lain, kondisi ini justru membuat para pemilik uang bisa mendapatkan harga yang lebih bagus bahkan jauh di bawah harga pasarannya. Menurut Ketua Umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong, sekarang situasi pasar berada pada sisi konsumen karena pemilik uang bisa lebih menawar produk secondary dan pemilik properti terlebih yang butuh uang (BU) mau tak mau melepas produknya di bawah harga pasaran.

Menggunakan agen properti untuk membantu proses pembelian rumah menjadi lebih lancar dan mudah, Lalu apa sih untungnya? nonton videonya berikut ini.

“Saat ini banyak sekali situasi BU itu dan pemilik terpaksa melepas atau jual rugi karena kalau ditahan dia akan lebih rugi, selain uangnya tidak bisa berputar harus keluar uang lagi untuk biaya perawatan. Secara rata-rata penurunan untuk sektor pasar secondary ini mencapai 20 persen, jadi sekarang ini justru saat yang tepat untuk mendapatkan harga terbaik di bawah pasaran,” ujarnya.

Di sisi lain produk properti memiliki keunikannya sendiri dibandingkan jenis produk lainnya yang kerap ditransaksikan. Bila si pemilik memiliki modal yang cukup kuat, harga properti seiring waktunya pasti akan naik lagi. Yang merepotkan, produk-produk properti yang dibeli kalangan investor beberapa tahun lalu dan ingin dilepas pada saat ini yang situasinya sedang tidak bagus. Inilah yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan harga yang lebih murah.

“Selain itu harga produk secondary ini juga bersaing dengan produk prime yang ditawarkan oleh pengembang. Karena sifatnya indent, produk prime memiliki pola cara bayar fleksibel sementara untuk produk secondary kita harus siap dengan uang tunai atau berkas untuk pengajuan KPR-nya. Akhirnya produk secondary ini bukan hanya bersaing sesama produk secondary tapi juga dengan produk prime yang lebih fleksibel,” beber Lukas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *