Menelusuri Jejak Semur di Indonesia

Kuliner357 views

Inionline.id – Semur sudah menjadi masakan rumahan di Indonesia. Memasaknya sendiri atau membeli di rumah makanpun mudah saja dilakukan. Apa lagi, untuk Anda yang tinggal di Pulau Jawa. Namun, tahukah Anda bahwa makanan ini ternyata merupakan pembauran dari beberapa tradisi masak negara lain?

Chef Wira Hardiansyah menjelaskan, kata semur berasal dari kata stomerij atau dalam bahasa Inggris steamer. Kata tersebut dikenal dan diucapkan oleh orang Indonesia zaman dulu sebagai semur. Dari kata itulah makanan berwarna hitam tersebut bernama semur dan dikenal dalam kebudayaan kuliner Indonesia.

Olahannya pun sudah ada sejak abad kesembilan. Ketika itu, olahan daging dengan bumbu sudah ditemukan dalam masakan. Salah satunya adalah olahan daging kerbau dari Madura berwarna hitam dengan menggunakan gerabah.

Baru, pada abad ke-10 kecap dikenal di tanah nusantara karena kedatangan saudagar Cina yang kemudian menikah dengan perempuan-perempuan Indonesia.

Tetapi, lidah mereka asing dengan rasa kecap asin yang dibawa dan mengolah kecap menjadi terasa manis seperti sekarang. “Pedagang ini menikah dengan kaum pribumi yang suka manis, akhirnya berubah menjadi kecap manis dan hidangannya pun sama,” ujar Chef Wira.

Masakan manis sangat mudah ditemukan pada masa itu, sebab, memang rasa ini paling mudah ditemukan untuk makanan. Chef Wira menjelaskan, rasa manis bisa ditemukan dengan meman faatkan kelapa menjadi gula. Tapi, ketika mengolah rasa asin, proses yang ditempuh lebih panjang untuk mendapatkan garam.

Pada masa itu rempah-rempah, seperti lada, pala, cengkih belum masuk dalam hidangan semur. Baru ketika penjajah masuk untuk berburu rempah-rempah, semur pun mendapatkan sentuhan itu agar menaikkan kelas hidangannya.

“Ini menjadi hidangan (masyarakat) tingkat atas ketika masuk rempah-rempah, seperti cengkih, pala, kayu manis, yang dulunya tidak ada dalam dokumentasi makanan Tionghoa,” ujar pemasak makanan Indonesia ini.

Semur menjadi makanan mahal karena diberi rempah-rempah yang pada masa itu memiliki harga setara logam mulia emas. Hidangan semur pun mengalami perkembangan, sehingga hanya orang-orang tertentu yang memakan hidangan tersebut.

Sapi, Ayam, atau Sidat

Kendati kuliner semur telah mencatatkan jejak sejarah yang panjang, ternyata semur baru terdokumentasi dalam buku berjudul Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek karya JMJ Catenius van der Meyden yang terbit pada 1902. Dalam buku tersebut, ada enam resep semur, yaitu Smoor Ajam I, Smoor Ajam II, Smoor Ajam III, Smoor Bandjar van Kip, Smoor Banten van Kip, serta Solosche Smoor van Kip.

“Ini bukan berarti semur pertama itu ayam, hanya saja memang yang terdokumentasi ini. Mungkin saja penulisnya memang hanya suka ayam, bukan daging,” ujar Chef Wira Hardiansyah yang juga anggota Gastronomi Enthusiast Indonesia ini.

Chef Wira menjelaskan, sebuah resep tidak bisa dibakukan, sehingga tidak diketahui olahan semur berawal dari daging sapi atau daging ayam. Bisa saja, dokumentasi yang dilakukan dalam buku tersebut karena dorongan kegemaran dalam memakan olahan daging ayam, bukan sapi.

Namun, salah satu resep semur yang biasa dimasak Chef Wira adalah dengan memanfaatkan daging has dalam. Hal ini dilakukan untuk memotong waktu memasak menjadi lebih cepat karena tekstur daging yang sudah empuk meski dimasak tidak begitu lama. Sedangkan, bumbu yang dipakai cukup dengan bawang merah, bawang putih, dan bawang bombai yang ditumis.

Setelah harum, daging bisa dimasukkan dengan ditambahkan garam, bunga pala, kecap, tomat, dan setelah matang bisa tambahkan mentega untuk mengganti penambahan bumbu penyedap. “Pakai bunga pala ini agar lebih wangi dan rasa pahit dari pala ini tidak tergigit karena kalau diparut takut tidak rata, biasanya selama ini orang tidak pakai bunga pala,” ujar Chef Wira.

Selain menggunakan daging sapi dan ayam, ternyata olahan semur pun cocok dengan sidat. Mungkin banyak yang salah kaprah menyamakan sidat dengan belut. Padahal, sidat beda dengan belut karena secara bentuk hewan ini lebih besar dan merupakan kelompok ikan yang memiliki tubuh berbentuk menyerupai ular.

“Ini pakai ikan sidat dari Cilacap, tapi 70 persen dikonsumsi oleh orang Jepang,” ujar pendiri komunitas Masak Akhir Pekan Reyza Ramadhan.

Daging ikan sidat sering kali dimasak menjadi unagi. Inilah kuliner khas Jepang yang menggunakan bahan utama sidat. Dengan tekstur daging yang lembut, sidat sangat pas untuk dijadikan unagi. Apalagi, ketika dibakar, sidat mampu menyerap saus yang diolah bersama.

Sayangnya, masyarakat Indonesia justru sangat jarang mengolah masakan dengan daging tersebut, sehingga peternak lebih sering mengekspor ke luar Indonesia. Padahal, ikan sidat bisa diolah menjadi berbagai hidangan, termasuk semur.

Reyza mengatakan, untuk mengolah sidat menjadi semur memang tidak bisa disamakan dengan memasak dengan bahan daging, sebab daging sidat sangat lembut dan mudah hancur. “Warnanya memang cenderung gelap kalau merujuk pada masakan Eropa sana, mereka kan pakai kaldu daging, caramelized onion, dan memasaknya cukup lama,” ujar Reyza.

Untuk itu, memasak sidat sebagai semur ini tidak harus pekat dengan kecap serta berkuah. Hidangan tersebut merujuk pada buku masak Mustika Rasa terbitan 1967 yang menunjukkan semur masakan daging dan sayuran yang diuapkan dengan mengadopsi resep semur ikan tambak.

Untuk proses memasak ikan sidat menjadi hidangan semur dengan melakukan pembakaran terlebih dahulu. Dengan cara ini, membuat tekstur daging yang kenyal tetap terjaga dan dimasukkan dalam olahan bumbu pada proses terakhir.

“Bumbunya simpel banget dari buku itu, cuma bawang putih, bawang merah, kemiri, cabai merah. Bisa juga coba kita tambahkan dengan pakai lada dan pala sedikit. Ini ditumis serta tambahkan kecap dan garam,” ujar salah satu anggota Parti Gastronomi ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *