Gagal Sukseskan Brexit, Theresa May Mundur Sebagai PM Inggris

Internasional057 views

Jakarta, Inionline.Id – Derai air mata mewarnai pengunduran diri Perdana Mentri (PM) Inggris, Theresa May pada jumat kemarin (07/06), setelah gagal berjuang melakukan negosiasi Brexit, sebenarnya Theresa sendiri menentang rencana Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (UN).

Perjuangan May ini bermula ketika Inggris mulai mendengungkan gagasan untuk keluar dari Uni Eropa atau Brexit pada 2016.

Ketika itu, May sebenarnya mendukung sikap Perdana Menteri David Cameron untuk mempertahankan keanggotaan Inggris di Uni Eropa. Namun ternyata, hasil referendum menunjukkan sebagian besar publik ingin Inggris keluar dari Uni Eropa.

Cameron pun mengundurkan diri, tapi nama May sebenarnya tidak dijagokan menjadi pengganti karena ia memang menentang Brexit.

“Menyusul notifikasi dari Perdana Menteri Theresa May bahwa ia mundur sebagai pemimpin Partai Konservatif, kami mengundang pencalonan dari semua anggota Konservatif yang ingin ikut serta dalam pemilu untuk menjadi pemimpin partai,” demikian pernyataan komite pemilu Partai Konservatif, seperti dilansir AFP, Jumat (7/6).

Tetapi komite memastikan bahwa May masih akan menjadi pemimpin pelaksana Partai Konservatif hingga penerusnya terpilih. Namun, May telah meletakkan kendali atas proses Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit.

Perjuangan May untuk mengeluarkan Inggris dari UN tidaklah mudah,  Meski tak ingin Inggris hengkang, May harus menuruti kehendak rakyat.

Upayanya menemui hambatan pada November 2016, saat Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa ia tidak bisa menerapkan Pasal 50 Perjanjian Lisbon, yang mengatur syarat satu negara jika ingin hengkang dari blok tersebut.

Setelah maju mundur banding di pengadilan dan negosiasi dengan parlemen, May akhirnya menemukan titik terang dan mengirimkan surat kepada Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk, untuk memulai proses negosiasi Brexit pada 29 Maret 2017.

Jalan panjang pun terbentang, May diberi waktu dua tahun untuk bernegosiasi mengenai ikatan antara Inggris dan Uni Eropa setelah Brexit. Semuanya harus sudah rampung pada 29 Maret 2019.

Langkah berani diambil May dengan mengumumkan pemilihan cepat Parlemen. Menurutnya, langkah ini akan memberikan stabilitas dan kepastian pada Inggris Raya selama transisi keluar dari Uni Eropa.

Sejak mengambil alih kekuasaan, May berjanji untuk membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dan mempersatukan kembali pemerintah. Namun, jalan May tidak semulus itu.

Ia berulang kali mengalami krisis kepemimpinan hingga mosi tidak percaya karena kabinetnya dan parlemen terus berselisih terkait proses perundingan Brexit.

May ingin Inggris tetap memiliki hubungan dagang dengan Uni Eropa ketika resmi keluar, sementara pihak oposisi mendesak agar negara mereka benar-benar memutus hubungan dengan blok tersebut.

Di tengah kebuntuan ini, Uni Eropa mengundur tenggat Brexit menjadi 31 Oktober mendatang. Namun, hingga memutuskan untuk mengundurkan diri pada hari ini, pemerintahan Inggris belum juga menemukan titik temu.

Setelah mundur, Brexit mungkin akan terus lekat dengan sosok perempuan kelahiran Eastbourne, Inggris, 63 tahun silam ini. Namun, Inggris juga akan mengingatnya sebagai perdana menteri perempuan kedua setelah Margaret Thatcher, si ‘Wanita Besi’.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *